Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan mengatakan Inisiatif Karbon Biru yang ditawarkan dunia internasional dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-20 di Peru dinilai buka solusi dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

Siaran pers Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) yang diterima di Jakarta, Jumat, menyebutkan Inisiatif Karbon Biru merupakan wahana mentransformasikan ekosistem pesisir dan laut menjadi barang dagangan.

Kiara berpendapat kalkulasi karbon yang dikampanyekan itu mengabaikan peran dan keberadaan masyarakat pesisir dalam melestarikan dan memanfaatkan "mangrove" (bakau) sebagai bahan utama membuat makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik di hutan bakau seluas 3,2 juta hektare atau 22 persen dari seluruh ekosistem sejenis di dunia.

Kedua, menurut LSM tersebut, dikatakan bahwa salah satu penyebab perubahan iklim adalah rusaknya bakau akibat pengelolaan yang buruk, padahal fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaku perusakan hutan mangrove adalah buah kolaborasi antara oknum pemerintah dan pengusaha.

Ketiga, Inisiatif Karbon Biru dinilai tidak mampu mengubah perilaku perusahaan dalam pengelolaan emisi karbonnya, sebaliknya hanya menjadi sarana tukar guling karbon ("carbon offset").

Sebagaimana diketahui, "The Blue Carbon Initiative" (Inisiatif Karbon Biru) adalah program global di luar mekanisme PBB untuk mitigasi dampak perubahan iklim melalui restorasi dan pemanfaatan ekosistem laut dan pesisir yang berkelanjutan.

Kiara menilai, inisiatif ini fokus kepada mangrove dan padang lamun. Padahal, laju restorasi atau konservasi ekosistem pesisir tidak dapat mengimbangi laju emisi yang diproduksi oleh negara-negara maju.

Sebelumya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengingatkan masyarakat agar jangan sampai terlambat dalam mengantisipasi perubahan iklim di dunia.

"Perubahan iklim akan memberikan kerentanan terhadap makhluk hidup dalam bertahan. Perubahan suhu dunia dua derajad saja menurunkan 50 persen kesuksesan pertumbuhan benih," kata Andi di Jakarta, Selasa (9/12).

Dia mengibaratkan kerugian perubahan iklim ektrem itu seperti manusia di bumi sebagai katak di dalam panci yang dipanaskan.

"Seperti katak yang ditaruh di panci kemudian dipanaskan pancinya. Panasnya pelan tapi tiba-tiba katak terlambat meloncat keluar saat sudah panas sekali," katanya.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014