Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai surat Mahkamah Konstitusi mengenai keberatan terhadap keputusan Presiden Joko Widodo memilih anggota Panitia Seleksi Hakim MK, bermuatan politis Ketua MK Hamdan Zoelva.

"Surat MK No. 2777/HP.00.00/12/2014 tentang keberatan terhadap keputusan Presiden Jokowi karena memilih Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota Pansel calon hakim konstitusi adalah sikap yang berlebihan," kata Basarah melalui pesan Blackberry di Jakarta, Senin.

Basarah menilai surat keberatan MK syarat dengan nuansa kepentingan politik Ketua MK Hamdan Zoelva karena yang bersangkutan telah menyatakan berminat maju kembali untuk periode ke-2.

Menurut dia, muncul kesan bahwa Hamdan Zoelva ingin Pansel diisi orang-orang yang mendukungnya.

"Surat itu juga bentuk arogansi Ketua MK yang menganggap Presiden seakan tidak mampu memilih figur Pansel yang independen dan obyektif," tegasnya.

Basarah yang juga anggota Komisi III DPR RI itu menilai pembentukan Pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur Presiden merupakan wewenang Presiden yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun termasuk oleh MK.

Dia menjelaskan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 telah menjamin hal tersebut yaitu MK mempunyai 9 orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 orang oleh MA, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden.

"Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif sesuai perintah Pasal 19 UU MK, maka Presiden membentuk Pansel untuk membantunya," ujarnya.

Selain itu dia mengatakan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 menyebutkan wewenang MK, di dalam pasal-pasal tersebut tidak diatur wewenang untuk terlibat atau ikut campur dalam pembentukan Pansel maupun penetapan hakim konstitusi oleh Presiden.

"Melalui surat tsb, MK secara nyata telah melanggar UUD 1945, padahal MK seharusnya menjadi penjaga UUD 1945 atau the guardians of the constitution," katanya.

Basarah menegaskan dengan pertimbangan tersebut, dirinya mendesak MK untuk segera menarik kembali surat tersebut karena telah meruntuhkan kewibawaan MK sebagai lembaga peradilan yang harusnya bebas dari pengaruh kepentingan politik.

Dia juga meminta kepada Presiden Jokowi dan Pansel untuk tetap bekerja dalam memilih hakim konstitusi yang berintegritas, adil dan negarawan serta tidak terpengaruh dengan "intimidasi" Ketua MK melalui suratnya karena tidak memiliki dasar hukum.

Sebelumnya MK menyatakan keberatan atas penunjukan Todung Mulya Lubis dan Refly Harun sebagai anggota panitia seleksi (pansel) calon hakim konstitusi.

MK menilai Todung dan Refly diketahui sebagai advokat dan konsultan hukum yang aktif beracara MK dan keberatan itu muncul berdasarkan hasil musyawarah hakim-hakim MK yang juga dihadiri Ketua MK, Hamdan Zoelva.

MK meminta presiden untuk mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel karena diragukan objektifitasnya dalam melaksanakan tugas menyeleksi calon hakim konstitusi.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014