Beirut (ANTARA News) - Tentara Suriah Senin kehilangan kendali dua pangkalan strategis di provinsi barat laut Idlib pada serangan yang dikoordinasikan Al-Qaida dan kelompok-kelompok Islam lainnya, kata satu kelompok pemantau.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan Front Al-Nusra, afiliasi Al-Qaida, dalam koordinasi dengan gerilyawan Jund al-Aqsa dan Ahrar al-Sham, merebut pangkalan Hamidiyeh dan Wadi al-Deif, posisi rezim terbesar di Idlib, lapor AFP.

Front Al-Nusra pada awalnya melaporkan kemenangan kilat di Wadi al-Deif, menempatkan sebagian besar wilayah Provinsi Idlib, yang berbatasan dengan Turki, di bawah kendali kelompok jihad.

Pengambilalihan itu merupakan unjuk kekuatan untuk cabang Al-Qaida, yang pada November menggerakkan pemberontakan utama mengupayakan pemecatan Presiden Bashar al-Assad dari Provinsi Idlib.

Para pejuang oposisi utama telah berjuang untuk merebut Wadi al-Deif dan Hamidiyeh selama sekitar dua tahun, tetapi meskipun berulang kali mencoba gagal untuk merebutnya dari pasukan pemerintah.

"Kemajuan para pejuang jihad memiliki makna simbolis yang besar, dan itu juga menunjukkan gerilyawan Front Al-Nusra benar-benar mengendalikan daerah itu," kata Direktur SOHR Rami Abdel Rahman.

Dalam serangan terhadap Wadi al-Deif, "Front Al-Nusra menggunakan tank-tank dan senjata-senjata berat lainnya yang dirampas bulan lalu dari Front Revolusioner Suriah (yang didukung Barat)," katanya kepada AFP.

Kekalahan Front Al-Nusra atas SRF dipandang sebagai pukulan berat bagi upaya AS untuk membuat dan melatih kekuatan pemberontak moderat sebagai penyeimbang kelompok garis keras Negara Islam (ISIS).

Dalam beberapa jam kemenangan Wadi al-Deif mereka, Front Al-Nusra dan kelompok pemberontak dua lainnya juga mengambil alih Hamidiyeh, kata Observatorium.

"Mereka mengambil 15 tentara tahanan dari Hamidiyeh," kata Abdel Rahman.

Ahrar al-Sham telah sampai September mencoba untuk menjauhkan diri dari banyak kelompok garis keras yang berjuang di Suriah.

Tetapi pada 9 September satu ledakan menewaskan seluruh pimpinan puncaknya, dan menurut Abdel Rahman, "ini yang kemudian mendorong kelompok itu untuk menyelaraskan dirinya lebih terbuka dengan Front Al-Nusra. Sekarang keduanya berjuang berdampingan."

Pada Senin, Ahrar al-Sham memecah kesunyian atas ledakan September dan menuduh "kelompok kriminal" dengan "kaitan internasional", yang kata Abdel Rahman merupakan rujukan jelas bagi badan-badan intelijen Barat.

Idlib merupakan salah satu provinsi pertama yang jatuh dari tangan pemerintah Suriah, segera setelah pecah pemberontakan bersenjata 2011 melawan kekuasaan Bashar al-Assad. (AK)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014