Moskow (ANTARA News) - Dia menghancurkan pemberontakan Chechnya, memanjangkan garis perbatasan Rusia dan mengembalikan kebanggan sebuah bangsa yang terluka setelah ambruknya Uni Soviet.

Namun 15 tahun setelah berkuasa, wajah Vladimir Putin menghadapi tantangan paling hebat, yakni mengatasi krisis moneter terburuk di masanya.

Mantan mata-mata KGB ini selama ini selalu bisa keluar dari krisis. Dia terkenal kerap berjudi dengan langkah-langkah politiknya, namun sukses, yang terbaru adalah menganeksasi Semenajunga Krimea Maret lalu yang membuat marah Ukraina.

Namun penyandang ban hitam judo yang senang meruntuhkan musuh-musuhnya dengan membongkar kelemahan-kelemahan mereka itu akhirnya terjebak oleh ambruknya mata uang rubel.

Inflasi menggila, perusahaan-perusahaan yang memiliki utang luar negeri terancam bangkrut, proyek-proyek infrastruktur besar terancam berhenti, sedangkan sektor perbankan terhuyung-huyung.

Krisis yang dipicu sanksi Barat atas Moskow menyangkut Ukraina itu semakin dalam jatuh ke jurang akibat anjloknya harga minyak yang menguakkan skeptisme pasar sehingga menguak kelemahan Rusia.

Kini para pengamat mempertanyakan apakah Rusia yang lebih lemah akan membuat Putin juga lebih lemah.  Yang jelas Rusia tak bisa berbuat apa-apa menghadapi krisis mata uang ini.

"Tak banyak yang bisa dia lakukan," kata Alexander Konovalov, Presiden Institut Kajian Strategis seperti dikutip AFP.

Menggunakan miliaran dolar AS cadangan devisanya untuk menangkal krisis, Konavalov mengatakan langkah Moskow itu tak akan berlangsung lama.

"Rakyat lama-lama menganggap Kremlin tidak punya strategi dan tidak dalam posisi mengelola krisis ini," sambung dia.

Menghindari tekanan massa, Putin menyerahkan Perdana Menteri Dmitry Medvedev untuk mengumumkan devaluasi rubel dan mengatakan cadangan devisa Rusia cukup untuk melalui krisis.

Tapi Putin tidak akan bisa menghindari kejaran ratusan wartawan Rusia dan asing pada konferensi pers besar hari ini.

Nikolai Petrov, analisipolitik terkemuka dari Sekolah Tinggi Ekonomi Moskow, menyatakan Putin bisa saja berkelit dengan akan menegur bawahannya yang menangani krisis ini.

"Pemerintah dan bank sentral harus bertahan sampai akhir tahun ini. Setelah Tahun Baru, rubel akan stabil. Namun inflasi tak terhindarkan. Pertanyaannya kini adalah bagaimana pemerintah menangani inflasi," kata dia.

Lain lagi dengan analis Alexei Makarkin. "Putin akan berupaya paling tidak mengendurkan sanksi Barat dengan berbicara dengan Barat," kata dia.

Kemungkinan lainnya dia akan mengkambinghitman Barat karena berniat menyengsarakan Rusia.

Belum lama ini Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov memandang bahwa agenda Barat dalam menyingkirkan Putin ada di balik krisis ini.

Lavrov mengatakan ada alasan serius yang bisa dipercaya bahwa tujuan utama sanksi Barat kepada Rusia adalah perubahan rezim di Moskow, demikian AFP.








Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014