Jakarta (ANTARA News) - Komite Reformasi Tata Kelola Migas mengatakan butuh waktu sekitar dua hingga lima bulan masa transisi untuk menggantikan bahan bakar minyak RON88 (Premium) menjadi RON92 (Pertamax).

"Kami sudah konsultasikan hal tersebut. Pertamina menyanggupi bisa dalam dua bulan. Tapi karena terlalu mepet, paling lama lima bulan," kata Kepala Komite Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu.

Komite sebelumnya merekomendasikan penghentian impor RON88 (bahan bakar jenis premium) dan "gasoil" berkadar 0,35 persen sulfur (solar) dan secara berkala menggantinya dengan impor RON92 (dikenal sebagai Pertamax) dan "gasoil" 0,25 persen sulfur.

Untuk mendorong proses penghapusan bensin RON88 dan menggantinya dengan RON92, komite juga merekomendasikan agar pemerintah bisa mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON88 menjadi RON92.

"Tadinya kami sanksi kilang kita bisa menghasilkan RON92 dengan cepat. Tapi kami cek dan konsultasi dengan Pertamina, mereka mengaku bisa menghasilkan RON92," katanya.

Meski merekomendasikan penghentian impor RON88 dan menggantinya dengan RON92, komite tetap meminta adanya sistem subsidi dengan pola tetap atau "fixed".

Hal itu dilakukan sebagai usulan atas spekulasi adanya "ruang gelap" dalam mekanisme pengadaan BBM akibat kontroversi mengenai informasi yang tidak lengkap mengenai bagaimana pemerintah menentukan harga patokan jenis-jenis BBM tertentu.

Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas Darmawan Prasodjo mengatakan selama masa transisi tersebut, pihaknya meyakini harga yang ditetapkan pemerintah tidak akan jauh berbeda dengan harga yang ada saat ini.

"Kami meyakini, pemerintah dan Pertamina akan tentukan harga yang tidak jauh dari harga saat ini, tentu dengan subsidi," katanya.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014