Benghazi, Libya (ANTARA News) - Sedikitnya lima orang tewas dan 35 terluka dalam bentrokan antara pasukan Libya pro-pemerintah dan pejuang Islam di Benghazi, kata petugas medis dan pejabat militer.

Pasukan khusus Angkatan Darat dan pasukan yang dipimpin oleh mantan jenderal Khalifa Haftar telah berjuang untuk menggulingkan kelompok-kelompok Islam di kota pantai timur sejak Oktober dan telah berhasil merebut kembali kawasan bandara serta kamp-kamp militer yang disita pada Agustus, lapor Reuters.

Kelompok-kelompok Islam telah berhasil mempertahankan kontrol atas pelabuhan dan daerah perumahan Lithi.

Pertempuran ini merupakan bagian dari perjuangan yang lebih luas untuk menguasai Negara Afrika Utara yang memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika itu.

Mantan kelompok pemberontak yang membantu menggulingkan Muammar Gaddafi pada 2011, melakukan pemberontakan didukung NATO sekarang saling menyerang.

Pada Agustus, Perdana Menteri Abdullah al-Thinni dan kabinetnya dipaksa keluar dari Tripoli ketika kelompok yang disebut Libya Dawn menguasai ibu kota dan mereka sekarang beroperasi dari Bayda, Benghazi timur.

Satu pemerintahan baru, tidak diakui secara internasional, telah didirikan di Tripoli.

Fadhal al-Hassi, seorang perwira senior di pasukan Haftar, mengatakan bahwa pasukan pro-pemerintah pindah ke distrik Lithi, di mana kelompok-kelompok Islam termasuk Ansar al-Sharia masih sebagian besar kuasai, menurut pejabat militer.

Petugas medis di satu rumah sakit di Benghazi mengatakan kepada wartawan Reuters, bahwa setidaknya lima mayat telah dibawa sejak pagi hari dan bahwa lebih banyak korban diperkirakan karena pertempuran masih berkecamuk.

Sekitar 500 orang telah tewas sejak Oktober, kata petugas medis.

Keamanan dan situasi politik di Libya telah makin diperumit oleh pertempuran Benghazi, di mana Haftar telah gabungkan pasukannya dengan tentara di bawah mandat parlemen terpilih, yang bersekutu dengan Thinni.

Libya Dawn mengatakan Haftar menyerang daerah pemukiman dengan pesawat dan artileri, dibantu oleh Mesir.

Keduanya menyangkal ini.

Tentara Mesir menggulingkan presiden terpilih Mohamed Moursi pada tahun 2013 dan telah menindak keras para pendukung Ikhwanul Muslimin-nya. (AK)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014