Jakarta (ANTARA News) - Lama tak terdengar kabarnya di dunia hiburan, aktor Fuad Baradja aktif menjadi terapis menghilangkan ketergantungan terhadap rokok.

Saat ditemui di rumahnya di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Fuad menyambut Antara dengan ramah.

"Saya mulai memiliki perhatian terhadap pengendalian tembakau saat masih aktif di dunia hiburan. Saat itu 1998, saya membaca sebuah artikel di surat kabar yang menyatakan penerimaan cukai tembakau mencapai Rp3,5 triliun, sementara biaya kesehatan untuk mengobati penyakit akibat rokok mencapai tiga hingga empat kali lipatnya," tutur Fuad.

Fakta-fakta yang disampaikan dalam artikel itu membuat Fuad tidak habis pikir karena penerimaan negara dari cukai tembakau bahkan tidak cukup untuk membiayai perawatan orang-orang yang sakit karena rokok.

"Saya berpikir, ada yang tidak benar kalau begini," ujarnya.

Fuad lalu mencari informasi lebih jauh tentang pengendalian tembakau. Artikel itu menjadikan Ketua Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) Reni Singgih sebagai narasumbernya. Fuad lalu berusaha mencari kontak Reni Singgih.

"Nama Reni Singgih mengingatkan saya pada nama mantan Jaksa Agung Singgih. Saya pikir apakah itu istrinya. Ternyata betul. Saya lalu mencari nomor teleponnya di buku telepon yang tebal itu," kisahnya.

Dari nomor yang diperoleh di buku telepon, Fuad kemudian menghubungi nomor telepon rumah Reni Singgih. Tanpa diduga, penerima sambungan telepon langsung menyatakan bahwa itu adalah nomor sekretariat LM3. Ternyata rumah Reni Singgih dijadikan kantor sekretariat LM3.

Setelah sempat berbicara dengan Reni Singgih di telepon, Fuad lalu datang ke sekretariat LM3. Dia meminta informasi sebanyak-banyaknya mengenai pengendalian tembakau. Banyak brosur yang bisa dia pulang untuk dibaca-baca di rumah.

"Lalu saya sadar, permasalahan rokok itu bukan hanya sekadar masalah jantung. Masalah rokok dan segala penyakit yang ditimbulkannya adalah masalah bangsa ini," katanya.

Mantan Perokok
Sebenarnya, rokok bukanlah sesuatu yang asing bagi Fuad. Sebab, dia sendiri sebelumnya juga seorang perokok. Namun, kebiasaan merokok itu sudah sejak lama dia tinggalkan.

"Penyebab orang berhenti merokok itu ada tiga, karena kemauan sendiri, karena sakit dan terakhir mati. Saya berhenti merokok karena pernah sakit," kisahnya.

Saat itu, pada 1991, Fuad terkena penyakit batuk. Sudah meminum obat, batuknya tak kunjung sembuh. Hingga dia akhirnya dia memutuskan untuk pergi berobat ke dokter.

Oleh dokter dia diberikan obat batuk. Satu minggu kemudian, ketika obatnya habis, batuknya belum juga berhenti. Dia lalu pergi ke dokter yang sama dan kembali mendapatkan obat. Satu minggu kemudian ketika obatnya habis, batuknya tak juga kunjung sembuh.

"Lalu saya putuskan datang lagi ke dokter yang sama. Entah mengapa kok saya masih percaya sama dokter itu. Pada kedatangan saya yang ketiga kalinya itu, dia bertanya, Bapak merokok ya? Dengan jengkel saya menjawab iya. Saat itu, meskipun batuk saya memang merokok," katanya.

Dokter lalu menyarankan Fuad untuk berhenti merokok. Meskipun tidak yakin dengan saran dokter itu, Fuad akhirnya mencoba untuk tidak merokok.

"Hasilnya, keesokan hari setelah saya pergi ke dokter, batuknya langsung hilang. Saya tidak tahu apa benar itu karena saya berhenti merokok. Namun, akhirnya saya memang memutuskan untuk berhenti merokok sama sekali," jelasnya.

Masuk Sekolah-sekolah
Dengan berbekal informasi dan pengetahuan dari LM3, Fuad lalu memberanikan diri untuk mengampanyekan pengendalian tembakau. Sasaran awalnya adalah anak-anak sekolah yang ada di sekitar rumahnya.

"Saya pikir anak-anak SD itu perlu mendapat informasi yang benar tentang tembakau. Jangan sampai mereka menjadi perokok-perokok baru," katanya.

Dengan predikat sebagai seorang artis, Fuad diterima di beberapa sekolah untuk mengampanyekan pengendalian tembakau dan bahaya merokok di sekolah-sekolah. Saat itu, bekal Fuad adalah poster-poster yang menggambarkan tentang dampak merokok dan perlunya pengendalian tembakau.

Poster-poster itu selalu dia bawa sekalipun sedang ada syuting sinetron di daerah. Bila ada waktu luang di lokasi syuting, dia akan menyempatkan waktu untuk berkampanye ke sekolah-sekolah terdekat.

Kiprah Fuad bersama LM3 akhirnya membuatnya mendapat penghargaan dari Kementerian Kesehatan. Pada Hari Tanpa Tembakau Se-Dunia 2000, dia mendapat penghargaan yang diserahkan langsung Menteri Kesehatan. Dengan kiprahnya, Fuad juga menjadi dosen tamu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Fuad pun terus melakukan kampanye tentang pengendalian tembakau. Dia sempat berpikir, bagaimana caranya agar bisa membantu perokok bisa berhenti dan menghilangkan ketergantungannya terhadap rokok.

Fuad mengatakan orang bisa relatif lebih mudah untuk berhenti dari ketergantungan terhadap kopi, alkohol dan narkoba. Namun, sangat sulit untuk berhenti merokok. Karena itu, nikotin disebut candu yang paling tinggi di antara candu lainnya.

"Setiap kali saya kampanye, selalu ditanya oleh para perokok apakah bisa membantu mereka berhenti merokok. Banyak dari mereka yang ingin berhenti tetapi kesulitan. Namun, saat itu saya belum bisa membantu," tuturnya.

Hingga pada 2009, dia mendapat informasi melalui "mailing list" dari seorang temannya. Temannya itu bercerita telah mengikuti terapi untuk berhenti merokok. Kebetulan, tidak lama kemudian akan ada terapi bagi angkatan terbaru yang diadakan di lapangan Pondok Cabe.

Fuad pun akhirnya datang ke tempat itu untuk sekadar melihat-lihat. Terapi yang diterapkan menggunakan metode akupresur atau totok dengan menekan beberapa titik di kepala, wajah, pundak, ketiak dan dada.

Awalnya Fuad tidak percaya metode itu akan membuat perokok bisa menghilangkan ketergantungannya terhadap rokok. Namun, dia melihat sendiri, seorang perokok setelah diterapi akan merasakan pahit di mulutnya saat merokok.

"Sebenarnya rasa pahit itu muncul pada saat kita pertama kali merasakan rokok. Yang kita hisap itu kan asap. Pasti rasanya pahit. Namun, karena tubuh perokok sudah terkontaminasi dengan nikotin, maka dia tidak lagi merasa pahit," katanya.

Dengan terapi yang bernama Spiritual Emotional Freedom Technic (SEFT), maka tubuh perokok akan dikembalikan seperti semula, sebelum terkontaminasi dengan nikotin. Karena itu, efek yang muncul adalah rasa pahit saat merokok.



Praktik Terapi

Setelah mencoba memberikan terapi kepada beberapa orang dan berhasil, Fuad kemudian memelajari terapi SEFT secara lebih dalam dan membuka praktik terapi.

"Dasar dari terapi ini adalah Emotional Freedom Technic atau EFT yang sudah dikenal di Amerika. Teknik ini kemudian dikembangkan di Indonesia oleh Ahmad Faiz Zainuddin menjadi SEFT," kata anggota Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau itu.

Dalam memberikan terapi kepada pasiennya, Fuad pertama kali memberikan pemahaman tentang rokok dan bahayanya. Dengan rokok yang dibawa pasien, Fuad akan mengisap asapnya kemudian dihembuskan ke selembar tisu. Efeknya, tisu yang terkena asap rokok akan berwarna coklat.

Kemudian sekali lagi dia menghisap asap rokok, tetapi kali ini dihembuskan ke tisu dengan sebuah sedotan. Hasilnya, karena lebih terfokus, tisu menjadi berwarna kehitaman seperti terbakar.

"Saya beri pemahaman bahwa itulah yang masuk ke tubuh perokok. Dengan gambar-gambar peraga, saya jelaskan efeknya ke tubuh secara lebih detail. Dialog ini sekaligus untuk memperkuat motivasi pasien untuk berhenti merokok," tuturnya.

Setelah itu, barulah Fuad memberikan terapi kepada pasiennya. Sambil merokok, pasien diterapi. Lama kelamaan, rokok akan terasa pahit di mulut pasien. Beberapa pasien bahkan sampai muntah karena tidak tahan dengan asap rokok yang biasa dia hisap.

Fuad mengatakan ketergantungan seseorang terhadap rokok dimulai saat dia mulai pertama kali mencoba untuk merokok. Asap rokok yang mengandung nikotin, saat dihirup akan masuk ke paru kemudian ke aliran darah melalui alveoli. Melalui darah, nikotin dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh termasuk ke otak.

"Hanya 10 detik sejak seseorang merokok, nikotin sudah sampai di otaknya. Nikotin di otak akan mengaktifkan zat dopamin sehingga orang merasa puas, kenyang dan bahagia. Karena itu, perokok biasanya lebih tahan tidak makan daripada tidak merokok," katanya.


Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014