Jakarta (ANTARA News) Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Machasin mengakui pungutan liar masih ada dalam proses pengurusan pernikahan dan meski pelakunya bukan dari KUA tetapi dampaknya dirasakan Kemenag.

Ia mencontohkan, "Di berbagai daerah, dalam hal pembayaran nikah, prosedurnya jika menikah di luar KUA dikenai tarif Rp600 ribu. Itu tarif resmi yang harus dibayar melalui bank yang telah ditunjuk."

Dia melanjutkan, tetapi pada praktiknya ada pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan keluarga pasangan pengantin itu bahwa pengurusan pembayaran diwakilkan kepada petugas kelurahan atau pihak lainnya.

Oknum ini kemudian minta pembayaran di atas tarif resmi antara Rp800 ribu atau lebih, padahal pembayaran ke bank dapat dilakukan secara langsung dan tanda bukti diperlihatkan kepada KUA terdekat.

"Kita prihatin dengan kasus ini," kata Machasin di Jakarta, Kamis.

Untuk menghindari ini, dalam waktu dekat Kemenag akan membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Dalam Negeri terkait layanan nikah.

 "Kita berharap, prosedur di kelurahan dalam hal izin menikah dipermudah pula," harapnya.

Mahasin menjelaskan, KUA adalah garda terdepan Kemenag dalam melayani masyarakat, namun eksistensinya tak sebanding dengan beban kerja yang dipikul karena dibebani pula tugas membimbing manasik haji, dan aktif mengurusi zakat atau wakaf.

Dia menyebut fungsi KUA sangat besar, namun sayang masih kurang didukung dengan infrastruktur yang memadai, seperti ketersediaan kantor yang belum menggembirakan.

Namun, dari 479 KUA di 34 provinsi, 384 KUA sudah menerima dana profesi, transportasi dan honor lain yang tak ia sebutkan besarnya.

Sejak Juni 2014, para KUA tak menerima honor profesi dari calon pengantin guna menghindari gratifikasi.

 

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014