Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kamaruddin Amin mengaku setuju dengan gagasan menjadikan Indonesia sebagai pusat studi Islam dunia. Menurutnya, hal itu bahkan menjadi visi Ditjen Pendis dan program kerja yang disiapkan sekarang sudah mengarah ke sana.

“Itu visi Ditjen Pendis sesungguhnya dan untuk mengarah ke sana kami punya konsepnya di Pendis, di antaranya program 50.000 doktor, 10.000 hafiz, santri berprestasi dan sejumlah program strategis di Ditjen Pendis (lainnya),” demikian penegasan Kamaruddin Amin, Selasa.

Lantas kapan target implementasinya, Kamaruddin mengatakan bahwa itu membutuhkan waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. “Mungkin butuh satu atau dua RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),” katanya.

Sebelumnya, Koordinator Presidium KAHMI Mahfud MD usai bertemu Wapres Jusuf Kalla, Senin (29/12), mewacanakan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat pemikiran Islam. Mahfud bahkan mewacanakan tak perlu belajar Islam di Timur Tengah.

“Masa kita belajar Islam harus di Timur Tengah, sementara Timur Tengah sendiri tidak bisa memberi, menjadi contoh yang baik, pertikaian, pembunuhan terjadi di sana,” katanya.

Masih menurut Mahfud, Indonesia berhasil mengembangkan Islam yang lebih rasional dan moderat sehingga pemikiran Islam seharusnya bisa lebih berkembang di sini.

Terkait ini, Kamaruddin Amin mengatakan bahwa apa yang disampaikan Mahfud MD bukan merupakan hal baru, karena Ditjen Pendis sudah merencanakannya sejak lama.

Meski demikian, Kamaruddin mengatakan bahwa Timur Tengah masih sangat penting untuk menjadi tujuan belajar. Di samping memiliki distingsi yang dapat memperkaya khazanah keislaman Indonesia, lanjut Kamaruddin, Timur Tengah juga masih menjadi simbol Islam salaf al-salih yang terlalu penting untuk diabaikan.

“Menjadikannya rujukan mutlak tidak tepat, tetapi mengabaikannya sama sekali juga tidak benar,” tegas pria yang juga Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini.

Kamaruddin mengaku bahwa pemikiran Islam Timur Tengah juga sangat variatif, tidak selalu radikal, dan itu tergantung negaranya. Mesir misalnya, beda dengan Saudi dan juga Maroko.

“Overall, distingsi Timur Tengah adalah kekayaan materi keilmuannya. Rasanya juga naif kalau relitas sosio politik Timur Tengah yang kurang demokratis sepenuhnya dituduhkan kepada pemikiran keislamannya. Tentu faktornya sangat multidimensional,” ujar Kamaruddin.

Selain itu, pengembangan pendidikan Islam juga harus mempertahankan tradisi keagamaan pada masa Sahabat dan Tabiin sebagai rujukan nilai dalam kehidupan. “Ilmu tentang hal itu penting dan Timur Tengah kuat untuk itu,” tandasnya.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014