Teheran (ANTARA News) - Prancis harus meninjau kebijakannya terhadap Timur Tengah dan dunia Muslim sesudah serangan mematikan atas majalah satir "Charlie Hebdo" di Paris, kata pers Iran pada Kamis.

Beberapa surat kabar di republik Islam itu mengaitkan serangan tersebut dengan dukungan Prancis kepada lawan bersenjata Suriah dan kesertaan dalam persekutuan antarbangsa melancarkan serangan udara terhadap kelompok keras Negara Islam.

"Prancis mencicipi obat pahit untuk dukungannya kepada terorisme," kata harian kolot "Resalat", yang mengecam keabaian pasukan keamanan Prancis, yang tetap acuh tak acuh terhadap peningkatan kegiatan kelompok keras.

Suratkabar perubahan "Ebtekar" menyatakan kebangkitan kelompok Negara Islam, yang tampaknya hasil dari tindakan tentara pemerintah Barat di negara Islam, melahirkan gerakan teroris paling berdarah.

Koran perubahan "Shargh" menyeru Amerika Serikat dan Eropa meninjau secepat mungkin kebijakan mereka terhadap Timur Tengah dan dunia Islam.

Dikatakannya, ada kemungkinan bahwa kartun Nabi Muhammad, yang memicu gelombang kekerasan di dunia Arab-Muslim pada 2005 dan 2006, memberikan alasan bagi teroris melakukan tindakan mengerikan atas nama Islam.

Sementara itu, Paus Fransiskus menyatakan keji dan mengutuk serangan pada Rabu di Paris, dengan menyeru semua orang menghentikan penyebaran kebencian.

"Bapa Suci mengungkapkan kecaman kerasnya atas serangan mengerikan itu," kata pernyataan kepala juru bicara Vatikan Romo Federico Lombardi tentang serangan menewaskan 12 orang terhadap kantor majalah mingguan satir terkenal, yang mengejek Islam.

Fransiskus menyeru semua orang menentang setiap cara menyebarkan kebencian karena sangat merusak dasar hidup berdampingan secara damai selain kebangsaan, perbedaan agama dan kebudayaan.

Turki pada Rabu mengutuk keras "serangan teroris" yang menewaskan 12 orang itu, tapi menyatakan Eropa juga harus melawan ketakutan akan Islam, yang kian meningkat.

Presiden Recep Tayyip Erdogan secara tetap mencela yang ia lihat sebagai kebangkitan ketakutan akan Islam di Eropa, dengan menyebut kecenderungan tersebut ancaman besar seperti yang terjadi pada Selasa itu.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan terorisme dan peningkatkan takut Islam di Eropa saling berhubungan.

"Kita harus melawan peningkatan rasisme, xenofobia dan Islamofobia di Eropa, yang mengancam semua nilai kita. Kita juga harus berjuang melawan segala bentuk terorisme," kata Cavusoglu kepada wartawan di Ankara.

Menteri itu menyatakan Islam adalah agama damai, dengan menambahkan, "Bukanlah pendekatan tepat mengaitkan Islam dengan terorisme," demikian AFP dikutip dari AFP.

(B002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015