Jakarta (ANTARA News) - Ahli kesehatan mengungkapkan, rehabilitasi mampu membantu mengurangi kekambuhan seseorang pada narkoba.

Hanya saja, tak semua pengguna narkoba perlu menjalani rehabilitasi dalam jangka panjang atau enam bulan.

"Kita lihat dari tingkat penggunaanya, jenis zat yang digunakan, komplikasi yang ada, kemudian faktor-faktor sosial yang lain. Kalau dia tingkat penggunaanya masih tingkat experimental atau recreational user, artinya dia baru coba sekali atau dua kali pakai dalam sebulan, itu cukup dengan intervensi misalnya pertemuan dua tiga kali dan psiko edukasi keluarga, itu bisa membantu dia jangan sampai masuk lagi," ujar Deputi Rehabilitasi Badan narkotika Nasional (BNN), dr. Diah Setia Utami, SpKJ, Ma, saat ditemui di kantornya.

Lebih lanjut, dr. Diah mengatakan, pengguna ini dikatakan berada pada tahap ringan yang tidak memerlukan rawat inap atau rawat jalan jangka panjang.

Kemudian, bila tingkat penggunaanya dikategorikan sedang atau pengguna sudah rutin menggunakan narkoba, maka ia memerlukan rawat jalan.

"Dia sudah makai, masuk juga yang recreational, berarti dia rutin pakai. Tetapi cuma malam saja. Dia hanya having fun. Tidak perlu direhabilitasi. Dia tidak perlu rawat inap, tetapi rawat jalan. Nanti sewaktu-waktu dia datang, kita tes urinenya. Masih positif atau tidak," kata dia,

Selain tingkat penggunaanya, jenis narkoba yang digunakan juga menjadi penentu apakah pengguna memerlukan rehabilitasi jangka panjang atau tidak.

"Tidak semua jenis narkotika yang perlu didetoks. Dulu, model heroin, yang sakaw-nya setengah mati. Jadi dia membutuhkan pertolongan dokter. Kemudian, dia ketergantungannya kuat sekali, kalau sudah pakai heroin itu susah lepasnya. Craving dan sugesti-nya itu kencang sekali," tutur dr. Diah.

Menurut dia, saat ini umumnya pengguna narkoba menggunakan jenis Amphetamine Type Stimulant (ATS), yang terdiri atas ekstasi, shabu dan kokain. ATS sendiri merupakan zat sintetik yang dalam dosis tinggi menyebabkan paranoid karena munculnya halusinasi.

"Sekarang ini orang pakai golongan ATS. Itu craving-nya tidak sekuat heroin, tingkat ketergantungannya tidak seberat heroin, jadi kita tidak perlu yang heboh-heboh itu (rehabilitasi jangka panjang)," kata dia.

Pengguna narkoba jenis ATS ini, kata dr. Diah, hanya memerlukan rehabilitasi dalam jangka waktu pendek (kurang dari enam bulan) atau short term rehabilitation.

Hanya saja, lanjut dia, yang justru ditakutkan ialah munculnya komplikasi medis dan mental. Bila sudah begini, maka dibutuhkan rehabilitasi medis sekaligus mental.

"Nah, bedanya pada pengguna cannabis, ganja, mariyuana, lalu ATS, itu seringkali mengubah struktur neurotransmitter di otak. Itulah yang menyebabkan perubahan perilaku, ada paranoid nya, rasa paniknya, ketakutan dan kecemasan tinggi. Nah itu yang harus diobati. Inilah yang mungkin seringkali perlu rawat inap dulu," kata dia.

"Karena bayangkan, kalau paranoid nya berlanjut terus,  masih ada rasa ketakutan, tidak mungkin kalau dengan rawat jalan. Dia pasti tidak akan nyaman, orang rumah pun tidak akan nyaman. Orang itu seperti mengalami gangguan jiwa, seperti halusinasi, waham, kejang-kejang, ketakutan, mendengar suara-suara. Itu yang harus dirawat inap," tambah dia.



Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015