Jakarta (ANTARA News) - Vietnam yang bergabung ke ASEAN usai Perang Dingin mengalami metamorfosis dan terus memperbaiki diri menyusul perekonomian negara-negara lain di kawasan dalam mencapai pertumbuhan ekonominya dan meningkatkan pendapatan per kapita pada tahun-tahun mendatang.

Perubahan Vietnam yang meninggalkan kebijakan sosialis ortodoks ke arah ekonomi pasar diawali dengan program Doi Moi (renovasi) tahun 1986. Pemerintah Vietnam memproduksi reformasi yang komprehensif, mencampur semua model termasuk negara sejahtera ala Eropa, sosialisme pasar gaya Deng Xiaoping dari Tiongkok dan dominasi Partai Aksi Rakyat (PAP) ketika di bawah Lee Kuan Yew dari Singapura untuk dikembangkan sesuai kultur Vietnam.

Model-model itu membawa inspirasi bagi Pemerintah Vietnam untuk membuat terobosan-terobosan menjadi negara industri yang modern. Program ini merupakan peluang bagi pihak usahawan Vietnam untuk bekerja sama dengan mitra dari negara-negara lain di tengah arus globalisasi yang deras.

Dengan semakin terbuka perekonomiannya, Vietnam merupakan pasar potensial yang memiliki 90 juta konsumen, dan telah membuatnya menjadi sasaran menarik bagi pertumbuhan dan salah satu penerima investasi langsung luar negeri (FDI) di kawasan dekade ini.

Menyadari sebagai populasi ketiga terbesar di Asia Tenggara setelah Indonesia dan Filipina, pendapatan yang meningkat, tenaga kerja muda, rasio melek huruf relatif tinggi, upah buruh relatif rendah dan disiplin baik, negara berbentuk huruf S ini mencatat pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada 2013.

Pada tahun 2014, negara ini menghadapi beberapa tantangan termasuk penempatan peralatan pengeboran minyak Haiyang Shiyou-981 Tiongkok yang Hanoi klaim sebagai tindakan ilegal karena lokasinya masuk wilayah Vietnam dan penyerangan terhadap sejumlah perusahaan yang berlabel Tiongkok. Dampak depresi ekonomi global juga dirasakan sehingga menimbulkan banyak kesulitan bagi bisnis domestik.

Dalam hal ini, Pemerintah Vietnam telah menunjukkan kepemimpinannya mengatasi kesulitan dan mendorong pengembangan ekonomi. Berbagai kebijakan terkait pasar uang dan tingkat suku bunga dan operasi bank dikeluarkan untuk membantu bisnis dalam negeri mengatasi kesulitan dan merestruktur sistem perbankan dan keuangan.

Tahun lalu pertumbuhan ekonominya diperkirakan mencapai, 5,5 persen. Selama dua tahun terakhir ekonomi Vietnam telah menghasilkan lingkungan makroekonomi yang relatif stabil, terutama dibandingkan dengan kurun waktu krisis keuangan pada 2007 hingga 2011. Pertumbuhan ekonominya per tahun melambat menjadi rata-rata 5,8 persen, dibandingkan dengan 7,6 persen pada 2008 hingga 2013.

Pemerintah telah melakukan langkah-langkah efektif untuk mengatasi masalah guna mendorong ekonomi seperti tindakan mengurangi inflasi, menstabilkan pasar valuta asing dan memperkuat rekening eksternal. Selain itu ekspor yang kuat, aliran dana ekternal dan perolehan dana dari luar negeri melalui para pekerjanya (remittance) membantu negara itu memperbaiki dan mengelola neraca eksternalnya.

Investasi perusahaan asing
Perusahaan-perusahaan multinasional juga meningkatkan investasinya ke negara itu, yang memberikan dorongan signifikan bagi ekonomi Vietnam. Sejumlah MNC mengalihkan investasi dari Tiongkok ke Vietnam.

Perusahaan-pengusaha Jerman misalnya tertarik untuk mengeksplorasi pasar Vietnam yang menjanjikan, bertindak sebagai jembatan antara ASEAN dan negara-negara Asia di kawasan timur laut termasuk Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Negara Eropa itu berada di peringkat ke-22 di antara 101 investor asing di Vietnam, dengan 238 proyek FDI senilai 1,3 miliar dolar AS.

Jepang adalah investor terbesar dan donor ODA (Bantuan Pembangunan Resmi), serta salah satu dari tiga mitra dagang terbesar Vietnam. Lebih dari 2.000 proyek dari Jepang dengan nilai investasi di atas 33 miliar dolar AS telah terdaftar di Vietnam. Sumitomo Corporation, Mitsubishi Corp., Canon, Panasonic termasuk di antara perusahaan-perusahaan yang sangat sukses beroperasi di negara anggota ASEAN ini.

Sejak 1992, total ODA dari Pemerintah Jepang bagi Vietnam telah mencapai puluhan miliar dolar. Kredit ini tidak hanya digunakan untuk membantu Vietnam mengembangkan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, perlindungan lingkungan hidup tetapi juga mengatasi dampak dari resesi ekonomi dan krisis finansial. Pekerjaan transportasi berskala besar seperti Jembatan Bai Chai, Jembatan Can Tho, Jalan Bebas Hambatan Timur-Barat, Terowongan Thu Thiem yang melintasi Sungai Saigon juga memperoleh dana pinjaman ODA.

Khusus dengan Indonesia sebagai negara tetangga, data dari Kemlu RI menunjukkan hubungan perdagangan dan investasi antara kedua negara meningkat pada tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2008 total nilai perdagangan sebesar 2,522 miliar dolar AS, meningkat 62,76 juta dolar dibanding tahun 2007 dan tahun 2009 tercatat 2,184 miliar dolar dolar, turun sebesar 338 juta dolar akibat dampak krisis ekonomi global. Volume perdagangan kedua negara tercatat 4,6 miliar dolar AS pada 2011.

Pada saat Dubes RI untuk Hanoi Mayerfas melakukan kunjungan kehormatan ke Perdana Menteri Nguyen Tan Dung pada 13 Maret 2012, PM Vietnam menyatakan dua negara ini dapat mengintensifkan usaha-usahanya guna mencapai perdagangan bilateral dua kali lipat tahun 2015. Dubes Mayerfas berkomitmen akan melakukan seluruh usaha untuk mencapai target 5 miliar dolar tahun 2015 (Newsletter, First Edition Januari 2013, the Embassy of the Republic of Indonesia, Hanoi). Ternyata volume perdagangan RI-Vietnam mencapai 5.12 miliar dolar AS tahun 2013.

Presiden Joko Widodo yang menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu dengan Presiden Vietnam Truong Tan Sang di sela penyelenggaraan KTT APEC pada 10 November 2014 di Beijing optimistis dapat merealisasikan target perdagangan bilateral sebesar 10 miliar dolar pada 2018.

Bank Dunia memprediksi Vietnam akan tumbuh 5,6 persen pada 2015 dan 5,8 persen pada 2016. Kamar Dagang Amerika (AmCham) memprediksi Vietnam akan menjadi pemasok terbesar dari ASEAN ke Amerika Serikat pada akhir 2014, dengan nilai ekspor sekitar 29,4 miliar dolar AS. Total ekspornya diprediksi mencapai 34,1 persen dari total ekspor dari ASEAN pada 2020.

Ekspor dari Vietnam tumbuh 13,6 persen tahun 2014 karena perusahaan-perusahaan manufaktur termasuk Samsung Electronics Co. dan LG Electronics Inc. Mendorong investasi. Pengapalan dari perusahaan-perusahaan FDI termasuk minyak mentah mencapai 101,6 miliar tahun 2014, atau 68 persen dari keseluruhan, menurut data dari Lembaga Investasi Asing baru-baru ini.

Struktur ekonomi Vietnam bergerak ke arah positif dan akan terus membaik tahun 2015 karena sektor manufaktur, jasa dan konstruksi menguat lebih lanjut, menggeser sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

2015 bagi Vietnam akan menjadi tahun penutup rencana lima tahun pengembangan sosio-ekonomi 2011-2015. Selama kurun waktu ini, tingkat rata-rata pertumbuhan pertahun 5,8 hingga 5,9 persen, berada di bawah yang diperkirakan. Tahun 2015 akan menjadi tahun manajemen, penciptaan fondasi, institusi dan restruktur ekonominya, dan penciptaan keuntungan bagi pengembangan pada tahun-tahun mendatang.

(T.M016/B/T007/T007)

Oleh Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015