Kolombo (ANTARA News) - Mantan presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse membantah tuduhan ia berusaha mengkudeta pemerintah baru dan bersikeras tetap menjadi presiden meski kalah dalam pemilu pada 8 Januari 2015.

"Saya menyangkal semua informasi mengenai kemungkinan adanya upaya untuk menggunakan kekuatan militer untuk memengaruhi hasil pemilu," ujar Rajapakse dalam akun mikroblogging Twitter miliknya, Selasa,

Ia kemudian menambahkan bahwa sudah terlebih dahulu mengetahui hasil pemilu tersebut sebelum diumumkan pada hari Jumat (9/1).

Staf ahli Presiden terpilih Maithripala Sirisena telah melontarkan tuduhan bahwa Rajapakse berusaha tetap berada pada kekuasaannya dengan membujuk tentara dan kepala polisi negara itu untuk mengerahkan pasukan keamanan.

Rajapakse menepis tuduhan kudeta itu ketika Paus Fransiskus memulai kunjungan dua hari ke negaranya dan menyerukan keadilan, pemulihan dan persatuan di negara yang sedang bangkit dari perang separatis dengan Tamil.

Rajapakse menuliskan tiga cuitan dalam akun Twitternya yang menolak tuduhan terhadap dirinya.

Tanggapan pertamanya, Rajapakse menuliskan bahwa ia akan "selalu mematuhi keputusan publik".

Rajapakse yang telah dikenal sebagai pemimpin terlama di Asia Selatan, telah banyak mendapatkan pujian karena mengakui kekalahannya dari Sirisena sebelum hasil akhir diumumkan.

Tepat sebelum pemerintahan baru terbentuk pada Senin, Menteri Luar Negeri Mangala Samaraweera mengatakan Rajapakse sebenarnya sudah mencoba untuk membujuk para pemimpin militer dan polisi untuk membantu agar dirinya bisa tetap tinggal di kantor presiden dengan menggunakan kekerasan.

"Orang-orang berpikir itu adalah transisi yang damai, namun kenyataannya tidak," ujar Samaraweera dalam konferensi pers akhir pekan lalu.

"Hal pertama yang akan dilakukan oleh kabinet baru adalah untuk menyelidiki adanya upaya kudeta dan konspirasi yang dilakukan oleh Presiden Rajapakse," tambah Samaraweera, seperti dikutip AFP.

(Uu.A050)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015