Kalau bisa di 34 provinsi ada terminal penerima LNG

Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menginisiasi pembangunan terminal penerima Liquified Natural Gas (LNG) di 34 provinsi untuk menunjang pemerataan perekonomian daerah melalui pembangunan industri di daerah.

"Kalau bisa di 34 provinsi ada terminal penerima LNG, terminal yang pembangunannya dilakukan secara bertahap selama lima tahun ke depan," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah/Bulog Natsir Mansyur dalam diskusi mengenai pengembangan infrastruktur migas, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan hal tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya kebutuhan LNG dalam negeri, yang pada tahun 2014 mencapai 10 juta metric ton atau separuh dari LNG yang diekspor.

"Fasilitas terminal penerima LNG untuk mengubah gas cair (LNG) menjadi gas kembali melalui proses regasifikasi yang siap dipakai oleh konsumen selama ini belum terkelola dengan baik untuk kepentingan nasional," tuturnya.

Natsir memperkirakan pembangunan terminal penerima LNG di 34 provinsi tersebut memiliki nilai investasi sekitar 8--10 miliar dolar Amerika dengan klasifikasi besar atau kecilnya terminal disesuaikan menurut kondisi geografis setiap daerah.

LNG terminal kecil memiliki tangki penyimpan LNG berkapasitas 20.000--50.000 meter kubik, sedangkan terminal besar memiliki kapasitas lebih dari 160.000 hingga jutaan meter kubik.

Mekanisme penyaluran LNG yang diusulkan oleh Kadin yaitu mengambil suplai LNG dari Bontang kemudian dibawa dengan LNG carrier berkapasitas 5--10 juta kaki kubik atau setara dengan 141.500--283.000 meter kubik, untuk dibawa ke pembangkit listrik PLN di industri-industri yang berada di wilayah terpencil sebagai substitusi solar atau diesel.

Usulan tersebut disambut baik oleh Kementerian ESDM yang diwakili oleh Direktur Pembinaan Program Migas Agus Cahyono Adi dengan menyatakan bahwa Kementerian ESDM siap memberikan alokasi pasokan serta izin untuk tempat penyimpanan dan niaga migas.

"Namun yang harus diperhatikan dalam bisnis migas adalah kepastian revenue baik di hulu dan di hilir," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Agus juga menuturkan pentingnya kajian lebih dalam mengenai kecocokan suplai dan permintaan, serta kepastian siapakah yang akan menjadi pengguna akhir dari bisnis LNG terminal tersebut.

Mengenai pasokan LNG, katanya, selama delapan tahun terakhir Indonesia sudah mampu mengalokasikan 50 persen LNG untuk kebutuhan domestik dan sisanya diekspor.

(Y013)



Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015