Washington (ANTARA News) - Bank Dunia pada Selasa memperkirakan peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang, didorong oleh penurunan harga minyak meskipun terjadi sedikit perlambatan di mesin pertumbuhan global Tiongkok.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) -- ukuran luas hasil barang dan jasa suatu negara -- negara-negara berkembang diperkirakan mencapai laju tahunan 4,8 persen pada 2015, naik dari 4,4 persen pada tahun lalu, dan melonjak menjadi 5,3 persen pada 2016, menurut perkiraan terbaru bank.

"Setelah tahun mengecewakan lain pada 2014, negara-negara berkembang akan melihat peningkatan dalam pertumbuhan tahun ini, didorong sebagian oleh penurunan harga minyak, ekonomi AS yang lebih kuat, berlanjutnya suku bunga global yang rendah dan perbaikan di beberapa negara emerging-market besar," kata Bank Dunia dalam sebuah pernyataan.

Laporan Prospek Ekonomi Global terbaru Bank Dunia menunjukkan bahwa momentum di negara-negara berkembang mungkin akan mendorong pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi, menjadi tumbuh moderat 3,0 persen pada 2015 dari 2,6 persen pada 2014, meskipun pelemahan di zona euro dan Jepang berlanjut.

Bagi Tiongkok, pemimpin negara-negara emerging-market, "reformasi struktural, penarikan bertahap stimulus fiskal, dan berlanjutnya langkah-langkah kehati-hatian untuk memperlambat ekspansi kredit akan menghasilkan perlambatan pertumbuhan menjadi 6,9 persen pada 2017 dari 7,4 persen pada 2014," kata bank pembangunan anti-kemiskinan itu.

PDB ekonomi terbesar kedua dunia itu diproyeksikan meningkat 7,1 persen tahun ini dan sedikit melambat ke tingkat 7,0 persen pada 2016.

Lokomotif utama negara berkembang lainnya, India, akan menjadi salah satu penerima manfaat dari penurunan spektakuler harga minyak mentah yang telah kehilangan hampir 60 persen dari nilai mereka sejak Juni. Raksasa Asia, yang merupakan pengimpor bersih minyak mentah itu, akan melihat PDB-nya melaju cepat menjadi 6,4 persen tahun ini dari tingkat 5,6 persen pada tahun lalu.

Harga minyak yang lemah juga diperkirakan akan membantu Brazil, Indonesia, Afrika Selatan dan Turki melawan inflasi dan mengurangi defisit transaksi berjalan mereka, sebuah sumber utama kerentanan risiko ekonomi global, kata Bank Dunia.

"Apa yang penting bagi negara-negara yang menggunakan jendela ini adalah mengantarkan reformasi fiskal dan struktural, yang dapat meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan pembangunan yang inklusif," kata Kaushik Basu, kepala ekonom dan wakil presiden senior Bank Dunia, dalam pernyataannya.

Sementara itu, negara-negara penghasil minyak, telah berurusan dengan pukulan kejatuhan harga. Rusia, yang juga merupakan target sanksi ekonomi Barat, diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi 2,9 persen tahun ini sebelum merangkak kembali ke pertumbuhan pada 2016.

"Dalam lingkungan ekonomi yang tidak pasti, negara-negara berkembang perlu bijaksana menggunakan sumber daya mereka untuk mendukung program-program sosial dengan fokus pada masyarakat miskin dan melakukan reformasi struktural yang berinvestasi pada orang," kata
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim.
(A026)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015