Bandung (ANTARA News) - "Koreksi harga BBM dua pekan sekali oleh pemerintah dipastikan akan merepotkan dalam penetapan tarif angkutan," kata Ketua DPD Organda Jawa Barat, Aldo Dwiyana, di Bandung, Rabu.

"Pasti akan ada protes dari konsumen. Kami butuh regulasi untuk kondisi seperti ini," kata Dwiyana.

Ia menyebutkan selama ini, para pelaku usaha jasa transportasi, dalam menetapkan tarif, bergantung pada penyesuaian harga jual BBM. Untuk penetapan itu butuh waktu yang tidak sebentar yang minimalnya dua pekan bahkan hingga sebulan.

Menurut dia, kondisi ini berbeda dengan tarif angkutan udara yang mengikuti turun-naik harga BBM. Turun naik tarif angkutan udara tidak masalah bagi konsumennya, sedangkan bagi angkutan darat hal itu bisa menimbulkan gesekan dengan penumpang yang dipastikan protes.

"Bagi bus, angkot dan truk bagaimana, penurunan dan kenaikan harga terus terusan bisa membuat konsumen protes, kecuali konsumen juga terbiasa dengan kondisi itu," katanya.

Ia menyebutkan, kebiasaan penumpang untuk tidak turun naik di terminal juga menjadi kendala dalam menetapkan tarif sehingga nilainya berbeda-beda.

"Penumpang banyak yang cegat di pinggir jalan, malas ke terminal atau ke halte, sehinga mereka minta tarif kurang. Akibatnya selalu ada adu tawar," katanya.

Lebih lanjut ia menyebutkan penetapan tarif dapat melalui tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB). Meski demikian tetap tidak mudah untuk mensosialisasikan dan menginformasikannya kepada publik. "Di sisi lain pemerintah berjanji memberi insentif bagi para pelaku usaha angkutan darat. Tapi sampai kini belum terealisasi," kata Aldo.

Pada kesempatan itu Ketua Organda Jabar meminta tarif BBM, yaitu premium dan solar khusus bagi angkutan umum, harganya tetap, tidak disesuaikan seperti rencana pemerintah itu. 

"Kami berharap harga BBM bagi angkutan tetap. Soal kuota pengaturannya dapat menggunakan Radio Frequency Identification (RFId)," kata dia.

Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015