New York (ANTARA News) - Harga minyak mentah Brend turun ke bawah 49 dolar per barel dan minyak mentah AS juga turun lebih dari 1 dolar pada Senin (Selasa dinihari WIB) setelah prospek ekonomi global gelap dan Irak mengumumkan angka rekor produksinya.

Konsumen energi terbesar dunia, Tiongkok, menghadapi tekanan signifikan pada ekonominya, perdana menterinya Li Keqiang dikutip radio pemerintah mengatakan.

Tiongkok mengharapkan minggu ini akan melaporkan perlambatan pertumbuhan menjadi 7,2 persen dibanding tahun lalu, terlemah sejak krisis global terdalam terakhir.

Data dari Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan pada hari Minggu bahwa harga rumah turun untuk bulan keempat berturut-turut.

Reuters melaporkan, minyak mentah Brend berada pada 48,84 dolar, turun 1,33 dolar. Minyak mentah patokan AS pada perdagangan terakhir turun 1,17 dolar menjadi 47,52 dolar per barel.

Volume perdagangan tipis dan tidak ada ketetapan resmi untuk minyak mentah AS karena pasar ditutup untuk peringatan Martin Luther King Jr.

Harga minyak telah turun lebih dari setengah sejak Juni tahun lalu akibat output di seluruh dunia yang melonjak, sementara pertumbuhan permintaan melambat.

Meskipun Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pekan lalu bahwa pembalikan tren mungkin terjadi tahun ini, namun harga bisa jatuh lebih jauh sebelum naik.

"Masih ada pasokan lebih dibanding permintaan dan itu adalah situasi yang tidak akan berubah hanya dalam beberapa minggu," kata Hans van Cleef, ekonom energi di ABN Amro.

Irak mencapai rekor produksi minyak 4 juta barel per hari (bph) pada Desember, Menteri Perminyakan Adel Abdel Mehdi mengatakan pada hari Minggu, output naik dari terminal selatan dan pasokan dari utara melonjak.

Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan konsultasi Senin dengan anggota lain dari kelompok produsen OPEC untuk menghentikan turunnya harga minyak menemui hasil, namun Teheran tidak punya rencana menggelar rapat darurat membahas harga.

"Bahkan jika harga minyak turun ke $25 per barel, industri minyak tidak akan terancam," kantor berita Fars mengutip Zanganeh mengatakan.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015