Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa misi pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu fokus Presiden Joko Widodo masih terkendala dari segi biaya, pembebasan lahan, dan kurangnya partisipasi daerah.

"Segala bentuk infrastruktur baik itu infrastruktur fisik, pendidikan, atau institusi pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Pemerintahan baru sekarang, katanya, sudah memiliki simpanan yang cukup besar dari kebijakan pengalihan subsidi BBM yaitu sekitar Rp150 triliun. Namun dana yang dibutuhkan masih lebih besar lagi.

"Jika ditambahkan dengan jumlah tersebut, pemerintah yang sebelumnya hanya mampu membangun 25 persen dari total kebutuhan infrastruktur, kini dapat meningkatkan kemampuannya hingga 40 persen," tuturnya.

Kendala kedua terletak pada hal pembebasan lahan karena hingga saat ini belum ada rencana yang benar-benar jelas bagaimana pemerintah akan mengurus masalah pembebasan tanah.

Selain itu partisipasi daerah dalam mengatur pembangunan infrastruktur dan menyediakan SDA serta SDM yang berkualitas juga perlu ditingkatkan.

"Infrastruktur walaupun sebagian besar adalah proyek nasional tapi ada juga yang merupakan proyek-proyek daerah sehingga membutuhkan partisipasi daerah secara intensif," kata pria yang juga menjabat sebagai Kepala Divisi Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu.

Ia mengatakan bahwa setiap daerah harus didorong untuk memiliki kemampuan tata ruang yang baik sehingga ketika akan membangun infrastruktur, misalnya jalan dari kota A ke kota B, pemerintah daerah sudah paham lahan mana saja yang harus digunakan.

Pemerintah juga harus jeli dalam melihat infrastruktur apa saja yang harus diprioritaskan, terutama yang dapat menimbulkan "multi player effect" untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dengan dimulainya pembangunan infrastruktur dan maritim, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 ini akan naik.

"Kalau pemerintah menargetkan 5,8 persen saya rasa masih sulit karena pertumbuhan ekonomi kita saat ini 5 persen. Jika tahun ini bisa naik hingga 5,5 persen menurut saya itu sudah cukup baik," ujarnya.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015