London (ANTARA News) - Pemerintah Inggris pada Rabu (21/1) menyatakan akan berupaya meloloskan undang-undang yang memaksa perusahaan tembakau menjual rokok dalam bungkus tanpa merek sebelum Mei, mengakhiri debat dan lobi bertahun-tahun tentang masalah itu.

Langkah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengurangi jumlah anak yang merokok itu sepertinya akan menurunkan keuntungan perusahaan rokok.

Inggris mengikuti langkah Australia yang dua tahun silam memberlakukan hukum yang mengatur penjualan rokok dalam bungkus polos warna hijau zaitun dengan gambar-gambar efek merusak rokok.

Penjualan rokok di Australia anjlok sejak aturan bungkus polos itu diperkenalkan pada 1 Desember 2012, dan mendorong Inggris meneruskan rencana meski Australia terus menghadapi tuntutan hukum internasional dari pabrikan maupun negara lain.

Menteri Muda Kementerian Kesehatan Inggris Jane Ellison mengatakan pemberlakuan bungkus polos merupakan "respons proporsional yang bisa dibenarkan" karena risiko kesehatan terkait merokok.

"Dalam melakukan ini kami akan membawa prospek generasi pertama bebas rokok kita satu langkah lebih dekat," katanya dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Reuters.

Sebelumnya pemerintah mengatakan akan melarang pemberian merek pada rokok namun perlu melakukan konsultasi akhir untuk memastikan bahwa hal tersebut merupakan langkah yang benar, menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah akan kembali menunda penetapan undang-undang itu.

Oposisi Partai Buruh menyambut baik langkah tersebut, namun mengkritik pemerintah bertindak terlalu lamban setelah pemungutan suara di parlemen hampir setahun lalu meluluskannya.

Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara perlu menyetujui peraturan perundangan yang diberlakukan di Inggris.

Perusahaan tembakau menentang keras peraturan baru itu, dan berpendapat aturan bungkus polos melanggar hak kekayaan intelektual yang mencakup merek dagang dan aturan-atuan itu hanya akan meningkatkan pemalsuan dan penyelundupan rokok.

Penjualan rokok di Australia turun sekitar 3,4 persen pada 2013 dibandingkan 2012, menurut data Departemen Keuangan. Pemerintah sebelumnya merahasiakan data penjualan itu untuk melindungi informasi sensitif perdagangan, dan belum merilis data penjualan 2014.

Lima negara produsen tembakau yang meliputi Indonesia, Kuba, Republik Dominika, Honduras dan Ukraina menentang undang-undang Australia yang mewajibkan penggunaan bungkus rokok polos di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sidang kasus itu akan dimulai pada Mei dan keputusannya diperkirakan belum akan diambil sebelum 2016.

Philip Morris Asia Ltd membawa isu itu ke Mahkamah Permanen Arbitrase berdasar pakta investasi bilateral Australia dengan Hongkong.

Mahkamah pada 2014 menyatakan bahwa Australia bisa menentang hak Philip Morris untuk melawan undang-undang itu dengan alasan perusahaan itu membeli saham anak perusahaan di Australia hanya untuk membawa kasus ini.(Uu.S022)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015