Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, Majelis Rakyat Papua, DPR Papua, dan DPR RI dari Daerah Pemilihan Papua menolak keras rencana pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.

Dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Lukas mempertanyakan mengapa pengelolaannya dilakukan di Gresik sementara seluruh kekayaan alamnya berasal dari Papua.

Selama ini rakyat Papua justru miskin dan tertinggal akibat kekayaan PT. Freeport dibawa ke luar negeri khususnya Amerika Serikat. Pembangunan smelter di Gresik diperkirakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp7 triliun, sedangkan masyarakat Papua hanya mendapatkan Rp300 miliar. Karena itu, pemerintah diminta tidak tutup mata dengan kebijakan Freeport Indonesia tersebut.

"Bahwa pendiri bangsa ini telah berjanji agar bumi, air, dan kekayaan alam ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan prinsip kebersamaan, keadilan, berkelanjutan, kemandirian dan keseimbangan ekonomi nasional," kata Lukas Enembe yang didampingi oleh Ketua Ketua MPRP, Ketua DPRP, Ketua Adat, dan anggota Fraksi PDIP DPR RI, Tony Wardoyo, di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat.

Dalam konteks itu, sambung Enembe, setiap investasi asing dan dalam negeri di Indonesia khususnya di Papua wajib menghadirkan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran yang berkelanjutan bagi rakyat Papua. Untuk itu rakyat Papua meminta Freeport Indonesia yang berinduk kepada Freeport McMoran Inc di Amerika Serikat wajib hukumnya menghadirkan keadilan yang sebesar-besarnya bagi orang asli Papua.

Dia menuturkan sejak 1967, investasi tembaga, emas, dan perak yang dieksploitasi Freeport McMoran tidak serius menumbuhkan ekonomi wilayah dan sangat rendah berkontribusi dalam kapasitas fiskal daerah. Orang asli di sekitar kawasan penambangan pun disisihkan, aliran sungai dan kawasan berburu menjadi rusak.

"Jadi, kami mendesak Freeport Indonesia dan Freeport McMoran Inc untuk taat dan patuh dengan platform dasar ekonomi Indonesia, yang wajib melakukan hilirisasi pengolahan tambang di Indonesia, dan melarang bahan mentah yang tidak bernilai tambah bagi Indonesia, khususnya untuk tanah Papua," ujarnya.

Karena itu, rakyat Papua menolak keras rencana Freeport Indonesia untuk membangun smelter di luar Provinsi Papua. Hampir 50 tahun Freeport hanya mengekspor bahan mentah dan tidak memiliki itikad baik untuk membangun integrasi industri pengolaan di tanah tanah Papua.

Rakyat Papua menurut Enembe berkeinginan adanya integrasi industri smelter yang terpadu di kawasan-kawasan potensial di Papua yang dapat menggerakkan ekonomi lokal Papua, mengentaskan kemiskinan yang parah, membuka lapangan kerja dan menguatkan kapasitas fiskal Papua.

"Maka, wajib hukumnya untuk membangun smelter di wilayah Papua, dan bukannya smelter di Gresik, Jawa Timur. Alasan ketidakadaan infrastruktur di Papua sangat tidak beralasan, karena selama ini Freeport tidak memiliki komitmen yang serius dan setengah hati untuk membangun rakyat Papua," ungkapnya.

Pewarta: ZulSikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015