Pak Bambang baru bisa bekerja normal kalau dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3 Pak Bambang. Artinya pimpinan KPK kembali menjadi empat orang."
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Profesor Saldi Isra mewakili masyarakat yang datang memberi dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus Bambang Widjojanto.

"Pak Bambang baru bisa bekerja normal kalau dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3 Pak Bambang. Artinya pimpinan KPK kembali menjadi empat orang," kata Saldi di Gedung KPK, Sabtu dini hari.

Menurut dia, hal tersebut dilakukan agar KPK dapat segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang sudah ada secara maksimal dengan pimpinan KPK yang lengkap.

"Pertama Pak Bambang memang sudah dikeluarkan dari tahanan, tapi itu dalam konteks kepentingan KPK belum ada apa-apanya. Kepentingan pemberantasan korupsi menyelesaikan kasus-kasus di sini itu mungkin belum akan banyak manfaatnya, kecuali dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3," ujar Saldi.

Hal demikian disampaikan karena merujuk pada pengalaman pimpinan KPK yang dulu pernah mengalami nasib kriminalisasi oleh Polri.

Saldi juga mengatakan bahwa masyarakat meminta Presiden Jokowi memberi pesan pada Polri untuk menghentikan tindakan seperti ini lagi. "Kita minta Presiden Jokowi untuk memberikan pesan pada jajaran kepolisian untuk menghentikan cara-cara tidak senonoh seperti ini," ujar dia.

Ia berpendapat, kasus Bambang Widjojanto ini sangat kental kriminalisasi. "Sangat sulit untuk dikatakan tidak bahwa ini berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka," ujar Saldi.

Bambang Widjojanto akhirnya dibebaskan oleh Bareskrim Polri setelah sebelumnya sempat dinyatakan ditahan.

Bambang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait dugaan menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di muka persidangan sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015