Davos (ANTARA News) - Indonesia mendesak Paket Bali pada konferensi tingkat menteri anggota Organisasi Perdagangan dunia (WTO) tahun 2013 diimplementasikan sebagai basis penyelesaian Perundingan Doha yang sudah sekitar 14 tahun deadlock karena tidak ada kesepakatan antara negara maju dan berkembang.

"Tidak perlu terburu-buru menurunkan ambisi dan mencoba menuntaskan Perundingan Doha pada Desember 2015," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, usai pertemuan informal para menteri anggota WTO, di Davos, Swiss, Sabtu.

Ia mengatakan pada pertemuan -- yang dihadiri Dirjen WTO Roberto Azevedo dan 26 menteri dari negara-negara kunci, seperti Amerika Serikat, Eropa, Brazil, India, Rusia, dan Afrika Selatan, -- itu ada kesan sejumlah negara ingin menuntaskan Putaran Doha pada konferensi tingkat menteri (KTM) ke-10, di Nairobi, Kenya, Desember 2015.

Namun, lanjut dia, ada juga kesan, sebagian negara lainnya menginginkan perhatian difokuskan pada penyusunan program kerja pasca-Bali (post-Bali working programme) saja.

"Kami menyampaikan jangan lupakan Paket Bali. Semua elemennya harus diimplementasikan agar kepercayaan tetap terjaga," ujar Rachmat.

Ia mengatakan Paket Bali merupakan solusi yang saling menguntungkan untuk negara maju dan berkembang, setelah kesepakatan Putaran Doha mengalami deadlock sejak 2001.

Kesepakatan perdagangan yang tertuang dalam Paket Bali mencakup tiga bidang yakni fasilitas perdagangan, pertanian, dan kapasitas negara miskin (LDC).

Dubes Indonesia untuk WTO, Iman Pambagio, menambahkan salah satu alasan Indonesia tetap bersihkeras meminta implementasi Paket Bali karena, setelah Putaran Doha lama deadlock, pada KTM di Bali itu ada kepercayaan baru sistem perdagangan dunia yang diusung WTO bisa diteruskan.

"Paket Bali yang didesak untuk diimplementasikan hanya 7-8 persen dari isu Putaran Doha," katanya.


WEF


Sementara itu, menanggapi kehadirannya di WEF, Mendag Rachmat Gobel mengatakan Indonesia berkepentingan ikut dalam kegiatan yang dihadiri ribuan pemimpin bisnis (CEO) perusahaan global, perwakilan pemerintahan dari berbagai negara, dan lembaga swadaya masyarakat skala internasional.

"Kita perlu mengetahui masalah-masalah dunia yang dihadapi saat ini agar bisa menyikapinya," ujar dia. Apalagi, lanjut dia, salah satu topik yang dibahas dalam WEF adalah masalah pertanian yang menjadi kepedulian pemerintah saat ini.

Selain itu, kata Rachmat, acara itu juga bisa dimanfaatkan untuk sarana promosi untuk menarik investasi ke Indonesia.

"Forum ini (WEF) bisa dijadikan sarana promosi Indonesia dan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya ke negeri kita," ujar dia.

Pada kesempatan itu, Rachmat juga melakukan pertemuan bilateral dengan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Swiss.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015