Ya, manusiawi kalau akhirnya ada yang marah-marah saat ditanya-tanya,"
Jakarta (ANTARA News) - Sesekali Akbar (29) tertawa lebar saat menyimak film Janji Joni.

Sesekali pula dia terlihat serius mengikuti film yang bertutur tentang perjalanan Joni, tokoh yang diperankan Nicholas Saputra tersebut.

Akbar bisa menikmati film tersebut meski sudah empat tahun terakhir menjadi tunanetra.

Pada 17 Januari 2014, Janji Joni diputar di Galeri Indonesia Kaya, khusus bagi penyandang tunanetra.

Untuk dapat menikmati film tersebut, dia didampingi pembisik yang bertugas menceritakan adegan demi adegan.

Disebut "pembisik" karena --para sukarelawan --benar-benar berbisik kepada penyandang tunanetra yang menonton film agar tidak mengganggu kenyamanan penonton lainnya.

Ada 40 tunanetra dari Yayasan Mitra Netra Jakarta yang mendapat kesempatan untuk menikmati  film  "Janji Joni" melalui program Bioskop Bisik.

Masing-masing penonton yang didampingi seorang sukarelawan untuk membisikkan setiap adegan dan alur cerita film tersebut.

Para tunanetra tampak menikmati setiap adegan yang ditampilkan. Sesekali mereka ikut tertawa jika film menampilkan adegan lucu yang telah dideskripsikan sukarelawan.

Bioskop Bisik yang diselenggarakan Think.Web dan Fency tersebut menawarkan cara bagi masyarakat tunanetra untuk mendapatkan pengalaman menonton film secara utuh.

Konsepnya adalah pendamping membisikan deskripsi adegan dan alur cerita kepada penonton tunanetra agar mereka mengerti dan dapat merasakan emosi yang ada di film tersebut.

"Bioskop Bisik seperti ini merupakan suatu kegiatan yang sangat inovatif. Hasilnya, saya dapat merasa setara dengan masyarakat kebanyakan dalam menikmati film," kata Irma Hikmayanti dari Yayasan Mitra Netra Jakarta.

Hak Dasar

Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra Bambang Basuki menyatakan bahwa hiburan merupakan hak dasar bagi setiap manusia, termasuk kalangan tunanetra.

Ia mengungkapkan salah satunya di dunia hiburan, para penyandang tunanetra berhak untuk bisa menikmati film-film yang diputar di gedung bioskop dengan leluasa.

Kendati demikian, kata dia, kalangan tunanetra untuk dapat menikmati film-film di bioskop masih harus bergantung pada orang lain yang pendampingannya guna menceritakan visualisasi di layar.

Irma Hikmayanti mengakui untuk mencari orang yang rela menjadi pendamping para tunanetra guna menonton film di bioskop tidaklah mudah. Dia harus menunggu teman-teman atau keluarganya jika ingin menyaksikan film layar lebar.

"Kami juga merasakan kadang mereka terganggu dalam menikmati film ketika harus membisikkan adegan di film itu. Ya, manusiawi kalau akhirnya ada yang marah-marah saat ditanya-tanya," kata wanita yang juga instruktur bahasa Inggris di Yayasan Mitra Netra itu.

Irma yang menderita kebutaan saat usia dewasa itu, memang penggemar film sejak dahulu sebelum menjadi tunanetra sehingga dia begitu hafal dengan suara-suara aktor maupun aktris di layar lebar meskipun tak melihat wajahnya.

Sebenarnya, banyak penyandang tunanetra yang memiliki minat menonton film dan berkeinginan dapat menikmati keindahan film secara utuh. Namun, untuk itu mereka sangat bergantung pada sang "pembisik" .

Bagi Bambang, Irma maupun penyandang tunanetra lainnya, mungkin bisa saja mereka menyaksikan film di rumah melalui pemutar DVD tanpa harus bersusah payah ke gedung bioskop dan menunggu adanya pendamping.

Meski demikian, menurut Bambang, menonton film di rumah sangatlah berbeda dengan menyaksikan di bioskop karena tidak akan mendapatkan atmosfir tontonan saat menikmati DVD.

"Apalagi, dengan menonton bersama teman-teman ataupun keluarga, tunanetra akan merasa terhibur. Lebih dari itu yang paling mendasar adalah kami masuk dalam bagian masyarakat, diakui sebagai masyarakat," katanya.

Bambang mengusulkan agar pengelola bioskop dapat memberikan aksesibiltas kepada kaum yang tak memiliki kemampuan melihat tersebut.

Aksesibilitas tersebut berupa penyediaan alat audio yang mampu mendiskripsikan adegan visiual dalam film dalam bentuk perangkat dengar atau "headset" .

Irma menceritakan pengalamannya saat menonton film di luar negeri, para pengelola bioskop sudah menyedikan peralatan yang disebut "audio deskripsi" itu.

"Dengan demikian, kemandirian kami sebagai tunanetra tetap ada tanpa harus mengajak pendamping yang membisiki setiap adegan dan bisa menikmati film secara utuh," katanya.

Sutradara film Joko Anwar menyambut positif permintaan kalangan penyandang tunanetra untuk diberikan aksesibilitas dalam menyaksikan film layar lebar.

Menurut dia, tidak terlalu mengeluarkan dana yang besar untuk peralatan audio deskripsi tersebut, sehingga pengusaha bioskop dapat menyediakannya.

"Semoga ke depannya sekali dalam seminggu kita bisa menghadirkan film dengan menyertakan alat tersebut," katanya.

Oleh Rz.Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015