Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah politisi dan pegiat hak asasi manusia Inggris mengkritik sikap pemimpin dunia yang bertolak ke Arab Saudi untuk menyampaikan belasungkawa atas kematian Raja Abdullah.

Mereka juga mempertanyakan alasan dikibarkannya bendera setengah tiang di gedung-gedung publik termasuk di Westminster Abbey untuk negara yang masih menerapkan hukuman mati.

Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz yang wafat Jumat pagi telah meninggalkan modernisasi dan reformasi di bidang sosial dan ekonomi namun kendati negaranya masih menerapkan hukuman mati untuk sejumlah kejahatan.

"Mengibarkana bendera setengah tiang di bangunan pemerintah untuk wafatnya Raja Saudi adalah sesuatu yang tidak masuk akal," kata Ruth Davidson, seorang politisi Partai Konservatif, dilansir dari Reuters, Sabtu.

Pemerintah Inggris memerintahkan bendera "Union Jack" untuk dikibarkan setengah tiang di atas gedung-gedung pemerintah selama 12 jam pada hari Jumat untuk memperingati wafatnya Raja Arab Saudi juga memicu kritik di media sosial.

"Saya pikir banyak orang yang heran, jika pemerintah merasa hubungan Inggris dengan Arab Saudi sangat dekat ... hubungan tersebut tidak lebih efektif untuk mengamankan hak-hak dasar dan kebebasan warga di negara itu," kata Caroline Lucas anggota parlemen Green Party.

Pihak gereja Westminster Abbey juga memberikan keterangan atas kritik tersebut dengan mengatakan keputusan untuk mengibarkan atau tidak mengibarkan bendera setengah tiang akan menjadi "komentar yang terlihat agresif pada wafatnya seorang raja".

"Hal itu dilakukan untuk mendukung kaum Kristen di Timur Tengah yang selalu kami doakan," katanya pernyataan itu.

Pada Sabtu (24/1), Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Pangeran Charles bertolak ke Arab Saudi untuk menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Raja Abdullah.

Penerjemah:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015