Paris (ANTARA News) - Standard dan Poors menanggalkan peringkat layak investasi atau "investment grade" Rusia pada Senin, memangkasnya satu tingkat menjadi "BB+" ke dalam wilayah spekulatif atau "junk" (sampah).

"Penurunan peringkat mencerminkan pandangan kami bahwa fleksibilitas kebijakan moneter Rusia telah menjadi lebih terbatas dan prospek pertumbuhan ekonomi telah melemah," kata lembaga pemeringkat itu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP.

Penurunan tajam harga minyak dan sanksi-sanksi Barat telah memukul ekonomi Rusia dalam beberapa bulan terakhir, dengan nilai rubel runtuh pada bulan lalu.

Standard and Poors adalah yang pertama menurunkan peringkat Rusia ke dalam wilayah spekulatif.

Moodys awal bulan ini memangkas peringkat Moskow menjadi "Baa3", satu tingkat di atas sampah, seperti yang dilakukan Fitch, yang menurunkannya menjadi "BBB-".

Standard and Poors memperkirakan bahwa ekonomi Rusia yang bergantung pada minyak akan mengalami kontraksi sebesar 2,6 persen pada 2015 akibat penurunan harga minyak mentah dan sanksi Barat atas Ukraina.

Lembaga pemeringkat memproyeksikan ekonomi Rusia akan tumbuh sekitar 0,5 persen per tahun dalam periode 2015-2018, di bawah 2,4 persen yang naik tipis selama empat tahun sebelumnya.

Semakin rendah proyeksi pertumbuhan "mencerminkan kurangnya pendanaan eksternal karena pengenaan sanksi-sanksi ekonomi dan penurunan tajam harga minyak," kata lembaga pemeringkat.

"Kami juga memperkirakan bahwa penurunan daya beli dalam negeri sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar dan kenaikan inflasi kemungkinan akan menghambat prospek pertumbuhan Rusia," katanya menambahkan.

Lembaga pemeringkat juga mengatakan "kami percaya bahwa sistem keuangan Rusia sedang melemah dan karena itu membatasi kemampuan Bank Sentral Rusia untuk mengirimkan kebijakan moneternya."

Standard and Poor's tidak yakin tentang kemampuan pemerintah Rusia untuk memulihkan pertumbuhan jangka panjang.

"Saat ini kami tidak memperkirakan bahwa pemerintah akan mampu secara efektif mengatasi hambatan struktural lama untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat atas proyeksi horosontal kami untuk 2015-2018," katanya.

Masalah-masalah termasuk persepsi korupsi, aturan hukum yang lemah, peran luas negara dalam ekonomi, serta iklim bisnis dan investasi yang menantang, menurut lembaga pemeringkat.

(Uu.A026)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015