New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia berbalik naik atau "rebound", Selasa (Rabu pagi WIB) dari tingkat terendah dalam enam tahun terakhir akibat dolar melemah.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, naik 1,08 dolar AS (2,4 persen) menjadi ditutup pada 45,16 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Maret menetap di 49,60 dolar AS per barel di perdagangan London, naik 1,44 dolar AS dari tingkat penutupan Senin.

"Pasar telah menemukan titik terendahnya di kisaran tengah 40 dolar AS," kata Kyle Cooper dari IAF Advisors.

Minyak mentah berjangka jatuh pada Senin ke tingkat penutupan terendah sejak awal 2009.

Minyak mentah telah kehilangan hampir 60 persen dari nilainya dalam sebuah kemerosotan yang hampir tidak terputus sejak Juni, karena berlimpahnya pasokan, sebagian besar didorong oleh produksi minyak serpih (shale-oil) AS yang kuat dan pertumbuhan ekonomi global yang melemah.

Greenback telah menguat selama berbulan-bulan, membuat minyak yang dihargakan dalam dolar relatif lebih mahal, menambah tekanan pada pasar minyak.

Sedikit pelemahan dalam dolar terhadap mata uang utama saingannya pada Selasa seperti euro, yen dan pound telah mendukung pembelian emas, kata Cooper.

"Saya tidak melihat sesuatu yang bullish saat ini untuk WTI," kata dia. "Ekuitas turun, barang-barang tahan lama tidak baik."

Pesanan baru untuk barang-barang industri tahan lama AS secara tak terduga jatuh pada Desember, dengan menukik 3,4 persen, menandakan pelemahan terus-menerus di sektor manufaktur.

Saudi Aramco, perusahaan minyak terbesar di dunia dalam hal produksi dan ekspor minyak mentah, mengakui bahwa harga telah jatuh terlalu jauh tapi bukan produsen OPEC, untuk menopang kenaikan mereka.

"Ini terlalu rendah untuk semua orang," kata Khalid al-Falih, presiden raksasa energi milik negara, mengatakan dalam sebuah konferensi di Riyadh. "Saya pikir bahkan konsumen mulai menderita dalam jangka panjang."

Falih juga mengatakan produksi minyak serpih AS penting bagi masa depan energi jangka panjang dunia dan Saudi Aramco telah mengalokasikan tambahan tujuh miliar dolar AS untuk proyek-proyek serpih miliknya.

Arab Saudi adalah pengekspor terkemuka dan produsen utama di Organisasi Negara Pengekspor Minyak, yang menyediakan sekitar sepertiga dari persediaan minyak dunia.

Pada November, OPEC menolak desakan untuk mengurangi produksinya dalam menghadapi penurunan harga, menjaga batas atas produksi 30 juta barel per hari dalam sebuah keputusan yang telah memperburuk kemerosotan harga global, demikian seperti dikutip dari AFP.

(Uu.A026)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015