Jakarta (ANTARA News) - Industri manufaktur mengalami degradasi, karena kondisinya semakin menurun dari tahun ke tahun akibat hal-hal fundamental yang belum terselesaikan.

"Ini memprihatinkan. Hal-hal fundamental seperti ketersediaan energi, adanya energi terbarukan, maupun soal Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), masih belum dapat diselesaikan," ujar Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto di Jakarta, Rabu.

Harjanto mengatakan, untuk menjadi negara industri, pertumbuhan industri suatu negara harus lebih besar 20-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi negara itu sendiri.

Dalam hal ini, lanjut Harjanto, jika target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,7 persen, tentunya pertumbuhan industri harus didorong hingga mencapai 7-10 persen.

Harjanto menambahkan, kontribusi terbesar pada pembentukan PDB nasional diberikan oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 23,38 persen, di mana industri non migas memberikan kontribusi sebesar 20,58 persen pada triwulan III tahun 2014.

Menurut Harjanto, industri yang paling utama untuk didorong pertumbuhannya adalah industri baja dan industri petrokimia, mengingat keduanya mengalami defisit neraca perdagangan yang cukup tinggi, sekitar 20 miliar dolar AS.

"Dengan pertumbuhan industri 7 persen, pemerintah bisa menyerap 2 juta tenaga kerja baru. Memang idealnya, pertumbuhan industri nasional harus mencapai 10 persen," ujar Harjanto.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015