Tiap tahun kami minta ada pelatihan bagi anggota polsus baru, kalau bisa yang sarjana hukum karena berhadapan dengan persoalan hukum."
Mataram (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat membutuhkan puluhan polisi khusus perikanan untuk mengawasi perairan laut dari aksi tindak kriminal, terutama penangkapan ikan secara ilegal.

"Jumlah polisi khusus (Polsus) saat ini baru dua, itu direktur pada 2013 akhir secara nasional," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Barat (NTB) Aminollah di Mataram, Rabu malam.

Menurut dia, perlunya puluhan polsus perikanan untuk mengawasi perairan laut NTB yang panjangnya lebih dari 29.000 kilometer persegi, dengan panjang pantai 2.333 kilometer persegi dan 278 pulau kecil serta 74.000 hektare kawasan konservasi yang tersebar di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Aminollah mengatakan, pengawasan perairan laut dulunya merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, namun dengan adanya aturan baru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kewenangan pengawasan perairan laut diambil alih oleh pemerintah provinsi.

"Sekarang pengawasan ada di provinsi, tapi kami tetap menjalin sinergitas dengan kabupaten/kota, karena wilayah perairan laut yang diawasi relatif luas, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah provinsi," ujarnya.

Usulan merekrut polsus perikanan, kata dia, setiap tahun diajukan. Mereka yang diusulkan adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah menjadi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

"Tiap tahun kami minta ada pelatihan bagi anggota polsus baru, kalau bisa yang sarjana hukum karena berhadapan dengan persoalan hukum. Pelatihan dilakukan oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia," ucap Aminollah.

Polsus perikanan, kata dia, saat ini sangat dibutuhkan, terlebih adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Permen-KP/2015, tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Di dalam pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut dijelaskan bahwa penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dapat dilakukan dengan ukuran yakni panjang karapas lebih dari delapan centimeter untuk lobster, kepiting lebar karapas lebih dari 15 centimeter, dan rajungan dengan ukuran karapas lebih dari 10 centimeter.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Permen-KP/2015, tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan, dalan rangka untuk melindungi masa depan nelayan Indonesia, termasuk NTB.

Dengan adanya aturan tersebut, maka ekspor benih lobster di bawah panjang karapas delapan centimeter dihentikan.

Penghentian ekspor benih lobster, terutama ke Vietnam, juga sebagai salah satu strategi mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia di sektor kemaritiman.

"Adanya aturan baru itu berpotensi menimbulkan penyelundupan benih lobster, untuk itu polsus harus diperkuat karena mereka yang bergerak di lapangan untuk mendeteksi aktivitas pengiriman benih lobster secara ilegal," ujarnya.

Polsus perikanan, kata dia, bisa melakukan penyidikan jika menangkap basah pelaku melanggar undang-undang, namun tetap harus berkoordinasi dengan aparat kepolisian karena ada proses pemberkasan.

"Tapi kalau ada yang masih bisa dibina yang kami bina, tidak langsung diberikan sanksi tegas," kata Aminollah. 

Pewarta: Awaludin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015