Kuala Lumpur (ANTARA News) - Keluarga korban pesawat Malaysia Airlines MH370 meminta pemerintah Malaysia meneruskan misi pencarian korban walaupun hal itu akan memakan waktu bertahun-tahun.

Para keluarga korban juga sepakat tidak akan menerima apapun pernyataan terkait kehilangan pesawat itu tanpa bukti kuat, demikian dilaporkan media-media lokal di Kuala Lumpur, Sabtu.

Sepupu korban, Shahril Shaari mengatakan tindakan pemerintah menyatakan hilangnya pesawat MH370 sebagai kecelakaan dan seluruh penumpangnya tewas, sangat disesalkan dan menilai sebagai tindakan tidak bertanggung jawab.

"Kami terkejut dengan pengumuman yang dibuat tanpa pengetahuan kami dan keputusan dibuat seolah-olah mau lepas tangan," katanya.

"Kami bukan mau ganti rugi segera, tetapi mau pemerintah meneruskan usaha mencari sampai menemukan bukti yang mengesahkan korban sudah meninggal atau serpihan pesawat ditemukan," lanjut dia.

Pada Kamis (29/1) pemerintah mengumumkan kehilangan pesawat MH370 sebagai kecelakaan dan seluruh 239 penumpang beserta kru dinyatakan sudah meninggal.

"Kami tidak mau pemerintah menyatakan kematian orang yang kami sayangi tanpa bukti sahih. Saya berharap usaha tidak dihentikan, walapun kami menyadari hakikat mereka mungkin tidak akan pulang," kata istri korban Safuan Ramlan.

Beberapa ahli waris penumpang MH370 akan melakukan pertemuan dalam waktu dekat untuk menentukan tindakan selanjutnya menyusul pernyataan bahwa semua penumpang dan awak pesawat yang hilang sejak 8 Maret 2014 itu dianggap sudah meninggal.

Selamat Omar, ayah seorang penumpang Khairul Amri, mengatakan mereka tidak mengerti dengan pernyataan pemerintah tersebut karena berbeda dengan apa yang dikatakan kepada mereka sebelum ini.

"Kami tidak mengerti karena dalam pertemuan dengan Datuk Hamzah Zainuddin (kepala perwakilan waris penumpang MH370) di sebuah hotel di Kuala Lumpur pada pertengahan tahun lalu, beliau menyatakan penetapan itu (terkait kru dan penumpang pesawat terkorban) hanya bisa dibuat setelah tujuh tahun pesawat tersebut hilang," katanya.

Pewarta: N. Aulia Badar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015