Pekanbaru (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyoroti vonis bebas dalam kasus kebakaran lahan dan hutan dengan terdakwa PT National Sago Prima (NSP) di Provinsi Riau.

"Tentu saja ini jadi perhatian khusus untuk kementerian," kata Kepala Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungah Hidup dan Kehutanan (LHK), Himsar Sirait, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Sabtu.

Ia mengatakan pihaknya memang tidak bisa mengintervensi hasil persidangan. Namun, ia mengatakan pihaknya akan mengumpulkan semua informasi terkait kasus tersebut.

Selain itu, ia juga yakin pihak Jaksa Penuntut Umum akan melakukan upaya hukum lebih lanjut terhadap putusan bebas itu. "Harapannya akan ada kasasi," ujarnya.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis, Riau menjatuhkan vonis bebas terhadap dua Petinggi PT NSP. General Manajer Erwin dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus kebakaran lahan dan hutan pada 2014 yang menghanguskan lahan seluas 21.418 hektare di Desa Tapak Baru, Teluk Buntal Tanjung Sari, Lukut, Tanjung Gadai dan Tanjung Suwir, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti. Terdakwa yang sama, bersama dengan Manajer NSP Nowa Dwi Priono juga dinyatakan tak bersalah dalam perkaran limbah berbahaya atau limbah B3.

Keputusan ini bertolak belakang dengan tuntutan JPU dimana Erwin selaku General Manajer PT NSP dituntut enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Sedangkan untuk kasus limbah B3, jaksa menuntut hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp1 miliar.

Sidang pembacaan vonis ini dipimpin Ketua PN Bengkalis Sarah Louis dengan Hakim anggota Melki Silahuddin dan Reni Hidayati, pada 22 Januari lalu.

Sementara itu, vonis terhadap perusahaan yang diwakili Direktur Utama Eris Ariaman juga lebih rendah dari tuntutan jaksa. Hakim menjatuhkan denda Rp2 miliar kepada perusahaan dan denda tambahan berupa melengkapi alat pencegahan kebakaran sesuai dengan petunjuk dalam jangka waktu satu tahun. Vonis terhadap PT NSP lebih ringan dibanding tuntutan JPU yang menuntut denda Rp5 miliar dan pidana tambahan Rp1,046 triliun untuk memulihkan lahan yang rusak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau juga sempat menyoroti vonis rendah tersebut. "Vonis bebas terhadap dua petinggi PT NSP tersebut merupakan buntut dari komitmen yang rendah dari Pengadilan Negeri Bengkalis dalam menangadili kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, kebakaran dan asap," kata perwakilan Walhi Riau, Boy Sembiring.

Dalam putusan itu, Walhi menduga terjadi sejumlah kecurangan proses pengadilan yang dilakukan oleh majelis hakim PN Bengkalis. Di antaranya proses pengadilan yang cukup singkat, hanya dua bulan.

Sementara itu, ia membandingkan proses penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Riau hingga berkas penyidik dinyatakan lengkap oleh Jaksa untuk kemudian dilakukan kewajiban penyerahan Tersangka dan Barang Bukti kepada Jaksa atau P21 membutuhkan waktu hingga 10 bulan.

"Untuk kasus sebesar ini dan proses pengadilan yang memakan waktu cukup singkat ini adalah dugaan kecurangan lainnya dari Walhi," ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan pelanggaran yang dimaksud di antaranya adalah penetapan hakim yang mengadili PT NSP seharusnya memiliki sertifikat lingkungan, namun PN Bengkalis tidak menetapkan hakim seperti yang dimaksud.

(F012)

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015