... saya dan Pak Hasyim itu tidak ada apa-apanya."
Surabaya (ANTARA News) - Pelaksana tugas Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri (Gus Mus) menjagokan dua ulama NU, KH Tholhah Hasan dan KH Muchit Muzadi, lebih pantas menjadi Rais Aam Syuriah PBNU dalam Muktamar NU pada Agustus 2015.

"Kalau saya itu tidak pantas, karena ilmu saya hanya seujung kuku. Saya kira ulama yang pantas adalah KH Tholhah Hasan atau KH Muchit Muzadi," katanya di sela bedah buku di Gedung PWNU Jatim di Surabaya, Minggu.

Di sela bedah buku bertajuk "Kiai Bisri Syansuri, Tegas Berfiqih, Lentur Bersikap" (terbitan Yayasan PP Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang), ia mengaku dirinya dan KHA Hasyim Muzadi (Rais Syuriah PBNU) bukan sekaliber kedua ulama itu.

"Ada media yang menyebut saya dan Pak Hasyim itu bisa menjadi Rais Aam PBNU. Saya kira penulisnya tidak paham NU, karena saya dan Pak Hasyim disangka top, padahal saya dan Pak Hasyim itu tidak ada apa-apanya," ujar Gus Mus.

Selain itu, penulis yang paham NU akan tahu bahwa Muktamar NU itu bukan seperti pilkada.

"Contohnya, ketika Muktamar NU di Surabaya, peserta muktamar mencalonkan Kiai Wahab Chasbullah dan Kiai Bisri Syansuri menjadi Rais Aam Syuriah PBNU," katanya.

Saat itu, muktamirin yang mendukung Kiai Bisri Syansuri beralasan bahwa Kiai Wahab Chasbullah sudah udzur akibat mata yang sulit untuk melihat, sehingga kasihan jika menjadi orang nomer satu di PBNU.

Namun, Kiai Bisri Syansuri yang didukung para ulama justru mengambil mikrofon dan menyatakan dirinya tidak akan mau menjadi Rais Aam Syuriah PBNU selama KH Wahab Chasbullah masih hidup.

"Janji itu dipenuhi hingga Kiai Wahab Chasbullah wafat," katanya.

Oleh karena itu, pengurus NU hendaknya belajar banyak kepada para pendiri NU yang tidak tertarik dengan jabatan, karena jabatan merupakan amanat yang berat untuk dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

"Fakta lain, saat Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari menjadi Rais Akbar, maka KH Wahab Chasbullah justru hanya mau menjadi Katib (sekretaris di jajaran syuriah) atau bukan justru wakil rais, sedangkan KH Bisri Syansuri justru memilih Awan (pembantu umum)," katanya.

Dalam bedah buku yang dihadiri Menristek M Nasir (alumni Pesantren Mambaul Maarif), H. Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PBNU), dan H. Saifullah Yusuf (Wagub Jatim), Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah menegaskan bahwa pelaksanaan Muktamar NU 2015 di Jombang sudah mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timut Soekarwo.

"Beliau mendukung penuh, karena beliau menyadari bahwa NU merupakan wajah Islam Nusantara yang tidak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tapi Islam Nusantara yang rahmatan lil alamin itu kini menjadi perhatian dunia," katanya.

Ia menambahkan, kalangan internasional selama ini luput dari perhatian kepada Islam Nusantara yang sangat menyejukkan itu, karena fokus kepada Timur Tengah.

"Mungkin juga karena ulama Indonesia sekarang tidak banyak yang belajar ke Timur Tengah seperti dulu, karena itu kita manfaatkan momentum," katanya.

Secara terpisah, Wakil Ketua PWNU Jatim HM Sholeh Hayat menyatakan PWNU Jatim belum fokus pada persoalan calon rais/ketua pada Muktamar NU 2015, karena mementingkan sistem Ahlul Halli wal Aqdy (AHWA) dalam proses pemilihan nantinya.

"Sistem AHWA lebih menjamin kepemimpinan ulama, bukan seperti pilkada," katanya menambahkan.

Pewarta: Oleh Edy M. Ya`kub
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015