Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan akhirnya membuka sejumlah temuan terkait penyelidikan terhadap jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 di Selat Karimata pada 28 Desember 2014.

Keputusan mengumumkan sejumlah temuan itu merupakan jawaban atas rasa penasaran dan keingintahuan publik mengenai penyebab kecelakaan pada pesawat dengan 155 penumpang dan tujuh awak itu. Karena itu, publik menyambut positif sikap KNKT itu, walaupun baru sebatas fakta-fakta awal dari seluruh fakta yang sebenarnya terjadi.

Langkah KNKT juga untuk memenuhi janjinya bahwa penyelidikan akan dilakukan secara cepat, cermat dan transparan. Dalam kaitan peristiwa yang menyangkut kepentingan publik ini, KNKT tampaknya memperhatikan pentingnya memenuhi informasi publik, walaupun sangat berhati-hati terhadap isi temuan yang diumumkan.

Ada 18 informasi faktual dalam laporan awal hasil penyelidikan mengenai jatuhnya pesawat AirAsia yang diumumkan Ketua Tim Investigasi AirAsia QZ 8051 KNKT Mardjono Siswosuwarno dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (29/1). Pengumuman itu bertujuan untuk meluruskan perkiraan serta asumsi yang beredar di lapangan.

"Satu-satunya tujuan penyelidikan adalah untuk meningkatkan keselamatan transportasi, untuk diteruskan kepada kru, operator serta regulator. Informasi yang didapatkan bukan untuk menyalahkan atau penggantian ganti rugi," katanya.

18 Informasi Faktual yang Disampaikan Mardjono.

Pertama, pesawat AirAsia QZ8501 sebelum diterbangkan dalam kondisi yang layak dan dalam keadaan seimbang saat diterbangkan (on board). Kedua, semua awak pesawat mempunyai lisensi yang berlaku serta mengantongi sertifikat kesehatan (medical certificate).

Ketiga, "second in command" atau "co-pilot" yang menerbangkan pesawat (flying pilot), posisi di sebelah kanan, sementara pilot atau kapten pilot berada di sebelah kiri sebagai "pilot monitoring". Keempat, pesawat menjelajah hingga ketinggian 32.000 kaki melewati jalurnya M635. Di layar telihat pesawat berbelok ke kiri.

Kelima, pesawat teridentifikasi oleh "air traffic controller" (ATC) Jakarta kontak awal pada pukul 23.11 (UTC/GMT atau perbedaan dengan Indonesia sekitar tujuh jam), pesawat tersebut berbelok ke kiri dari jalur M365. Keenam, pilot meminta untuk naik hingga ketinggian 38.000 kaki, namun ATC di Jakarta memerintahkan untuk tetap berada di 32.000 kaki (stand by).

Ketujuh, pada pukul 23.16, ATC mengizinkan pilot (cleared the pilot) untuk menaikkan ketinggian hingga 34.000 kaki. Kedelapan, saat kejadian tersedia gambar-gambar serta foto satelit cuaca dengan formasi cumulonimbus yang puncak awannya mencapai 44.000 kaki.

Kesembilan, posisi terakhir pesawat yang ditangkap oleh radar berada di titik koordinat 03 34 48,6 Lintang Selatan (LS) dan 109 41 50,47 Bujur Timur (BT). Pada posisi ini pesawat kembali sejajar dengan jalur M635. Kesepuluh, pada 30 Desember 2014, Basarnas menemukan jenazah dan serpihan pesawat terapung di permukaan laut Selat Karimata.

Sebelas, pada 9 Januari 2015, ditemukan bagian ekor pesawat pada titik koordinat 03 37 40 LS dan 109 42 75 BT. Dua belas, Flight Data Recorder ditemukan pada 03 37 22,2 LS dan 109 42 42,1 BT.  FDR dibawa ke Jakarta sampai di sini malam, esok harinya atau kurang dari 24 jam diunduh terdapat 1,200 parameter rekaman, dengan 174 jam terbang.

Tiga belas, pada 13 Januari 2015 ditemukan "Cockpit Voice Recorder" (CVR) pada koordinat 3 37 18,1 LS dan 109 42 12,2 BT. CVR merekam dua jam empat menit penerbangan terakhir yang berisi pembicaraan flight crew atau antarpilot dan pilot dengan petugas ATC. Empat belas, kotak hitam diunduh, diteliti di Laboratorium KNKT yang memakan waktu 11 jam.

Lima belas, berdasarkan data FDR dan CVR sebelum kejadian pesawat menjelajah stabil di ketinggian 32.000 kaki. Enam belas, rekaman kotak hitam berhenti pada pukul 23.20 (UTC/GMT).

Tujuh belas, pada 27 Januari 2015, 70 jasad ditemukan oleh Tim Basarnas. Delapan belas, dilakukan evakuasi serta pencarian korban yang terus berlanjut.

Mardjono mengatakan, seluruh informasi tersebut berdasarkan fakta, namun bukan tidak mungkin untuk diklarifikasi dan diperbarui sebelum nantinya disimpulkan dalam laporan terakhir sekitar 10 bulan mendatang.


Cermat

Kini publik menunggu dalam kesabaran untuk memperoleh kesimpulan akhir dari seluruh proses penyelidikan yang sedang dilakukan KNKT. Publik yakin dengan kemampuan para ahli dan peralatan yang dimiliki KNKT dalam mengungkap seluruh fakta yang terjadi.

Sebagai fakta awal, harus diakui belumlah memenuhi rasa dahaga publik mengenai peristiwa itu. Publik maunya cepat, tapi KNKT--di samping--harus cepat juga cermat dan berhati-hati supaya benar-benar tepat dalam mendifinisikan dan menganalisis isi kotak hitam (black box).

Salah satu kecermatan dan kehati-hatian KNKT terlihat dalam penyusunan pointer dalam konferensi pers itu yang lebih berupa kronologi, bukan sebuah analisis terhadap satu fakta. KNKT tak ingin terjebak dan terbawa arus kepada asumsi, prediksi dan analisis di media massa mengenai kecelakaan itu.

Karena semua asumsi, prediksi dan analisis yang berkembang lebih berdasarkan pada teori dan peristiwa yang pernah terjadi. Sedangkan analisis yang paling mendekati (the most probability) kebenaran hanya ada pada isi kotak hitam.

Yang jelas, fakta-fakta itu cukup menjawab sejumlah pertanyaan mengenai beberapa hal terkait pesawat tersebut. Pertanyaan sebagian orang mengenai kelayakan terbang dan lisensi awak pesawat itu terjawab pada poin pertama dan kedua.

Satu asumsi, prediksi dan analisis para pilot, pengamat dan ahli penerbangan yang sama dengan fakta dalam penerbangan AirAsia itu adalah mengenai adanya awan cumulonimbus (poin ke-8).

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 29 Desember 2014 juga menyatakan pertumbuhan awan cumulonimbus (cb) sangat aktif karena memasuki puncak musim hujan. "Misalnya jalur penerbangan Surabaya-Singapura, pertumbuhan awan memang saat ini sedang aktif," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta, Senin (29/12).

Namun BMKG menegaskan, belum tentu penyebab hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501 yang terbang dari Surabaya menuju Singapura pada Minggu (28/12) adalah awan cb. "Kita tidak menyatakan penyebab hilangnya kontak itu adalah awan cb tapi memang awan cb harus dihindari," kata Andi waktu itu.

KNKT juga tidak (setidaknya belum) merilis fakta apa yang sebenarnya terjadi ketika pesawat berhadapan dengan awan cb itu. Begitu juga fakta mengenai bagaimana pilot dan kopilot mengendalikan pesawat ketika pesawat menjelajah di area yang ada cb. Bagaimana pula turbulensi yang terjadi waktu itu?

Pertanyaan-pertanyaan seperti mungkin saja bakal dijawab dalam kesimpulan akhir nanti. Namun apakah jawaban itu akan dipublikasikan atau tidak, KNKT yang memiliki kewenangan untuk merilis mana yang layak untuk publik dan mana tidak.

Pada kurun waktu sekitar 10 bulan mendatang, kesimpulan dari penyelidikan itu akan disampaikan kepada publik.

Oleh Oleh Sri Muryono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015