Jakarta (ANTARA News) - Industri keramik alami kelebihan bahan baku karena pertumbuhan investasi besar-besaran dalam dua tahun terakhir mengikuti pesatnya pertumbuhan industri properti.

"Pada saat industri properti tumbuh pesat dan banyak kebutuhan keramik, terjadi investasi besar-besaran pada industri keramik, di mana membutuhkan dua tahun untuk membangun pabriknya," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Elisa Sinaga, di Jakarta, Senin.

Namun, lanjutnya, kondisi industri properti dua tahun kemudian mengalami penurunan, sementara pabrik-pabrik keramik mulai beroperasi, sehingga produksi meningkat namun permintaan menurun.

Elisa mengatakan, kapasitas produksi keramik industri dalam negeri meningkat 70 persen jika dibandingkan dengan kapasitas produksi keramik 2012. "Sekarang kapasitas kami 550 juta meter persegi per tahun, sementara kebutuhan pasar dalam negeri 490 juta hingga 500juta meter persegi per tahun," ujar Elisa.

Elisa menambahkan, kelebihan pasokan juga disebabkan oleh impor keramik yang mencapai 15 persen dari total kebutuhan dalam negeri atau sekitar 75 juta meter persegi per tahun.

Untuk itu, lanjutnya, ASAKI menemui Menteri Perindustrian Saleh Husin, mengusulkan untuk mengendalikan impor keramik, dengan membatasi beberapa pelabuhan untuk masuknya produk keramik dari luar.

"Impor itukan bisa diawasi dan kontrol. Sekarang lebih dari 70 pelabuhan terbuka. Kami sedang mengajukan usul, bagaimana pelabuhan itu tidak bisa dimasuki secara langsung, harus melalui pelabuhan tertentu yang membutuhkan produk itu," ujar Elisa.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Harjanto mengatakan, pemerintah tidak bisa serta merta membatasi impor, namun ia mengatakan pengawasan akan lebih ditingkatkan.

"Itu kan soal pengawasan, oleh karena itu kami akan mengkaji lagi soal ini. Dan kami juga akan melakukan negatif investasi. Melihat sudah banyaknya industri yang terlibat, sehingga daya saingnya juga tumbuh," kata Harjanto.


Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015