Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Pakistan tidak terkait dengan persenjataan nuklir.

"Terkait nuklir, tidak ada kerja sama (dengan Pakistan). Biar saja mereka (Pakistan) menggunakan nuklir namun kita tidak," kata Ryamizard di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Menhan usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI terkait pembahasan Daftar Inventarisir Masalah RUU tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Pakistan dalam kegiatan kerja sama pertahanan.

Dan RUU tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Timor Leste dalam kegiatan kerja sama pertahanan.

Menhan mengatakan kerja sama pertahanan Indonesia-Pakistan salah satunya terkait pertukaran siswa untuk belajar teknologi pertahanan.

"Apabila alutsista Pakistan kita beli, maka mereka harus melakukan transfer of technology," ujarnya.

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan kerja sama pertahanan Indonesia dengan negara lain tidak dibatasi pada negara yang masih mengembangkan nuklir untuk persenjataan.

Dia mencontohkan kerja sama pertahanan Indonesia dengan Rusia dan Amerika Serikat yang sudah berjalan serta saat ini bersama Pakistan.

"Memang tidak ada batasan (melakukan kerja sama pertahanan) namun semua itu dibatasi undang-undang. Kerja sama itu tidak ikut dalam pengembangan senjata nuklir," katanya.

Dia menjelaskan dalam naskah kerja sama pertahanan secara eksplisit lebih pada sektor sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan informasi.

Namun menurut dia klausul kerja sama itu dimungkinkan di bidang lain untuk kepentingan bersama misalnya dalam alat utama sistem senjata (alutsista).

"Misalnya ratifikasi uji coba nuklir yang sudah berjalan dua tahun sehingga kita tidak terlibat dengan negara manapun ketika senjata mengandung nuklir," katanya.

Mahfudz mencontohkan Komisi I DPR RI mendorong kerja sama militer dengan Rusia terkait pengadaan alutsista dengan didorong pada industri pertahanan.

Hal itu menurut dia setiap pengadaan peralatan militer harus masuk dalam skema industri pertahanan.

"Namun yang masih menjadi masalah peraturan perundang-undangan tentang keuangan negara belum memungkinkan kita beli atau membuat kontrak pengadaan yang sifatnya tahun jamak sehingga satu kontrak masuk dalam satu tahun anggaran," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015