Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga, emas, dan perak akan dibangun di Gresik, Jawa Timur dan Papua.

"Untuk smelter akan paralel dibangun di Gresik dan Papua," katanya usai menerima Gubernur Papua Lukas Enembe di Jakarta, Jumat.

Gubernur Lukas didampingi empat bupati dari wilayah di sekitar pertambangan Freeport yakni Mimika, Puncak, Intan Jaya, dan Paniai.

Hadir pula Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dari Daerah Pemilihan Papua, Tony Wardoyo.

Menurut Sudirman, opsi membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di Gresik dan Papua merupakan solusi yang ditawarkan Gubernur Papua.

"Tadi, Pak Gubernur sudah memberi jalan keluar yakni kalau dua-duanya jalan, itu tidak masalah. Jadi, di Gresik silakan diteruskan, tapi nanti jangka panjang dibangun di Papua," ujarnya.

Menteri ESDM dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan berkunjung ke Papua pada 17 Februari 2015 untuk memastikan kesiapan pembangunan smelter di Papua, khususnya ketersediaan infrastruktur seperti lahan, jalan, dan listrik.

Kementerian PUPR sudah memiliki alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur di Papua.

Dalam waktu bersamaan, kata Menteri ESDM, rencana pembangunan smelter di Papua akan dibicarakan lagi antara tiga pihak yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan PT Freeport Indonesia.

"Pekan depan, sudah ada kesimpulan apakah juga akan dibangun di Papua," ujarnya.

Permasalahan lokasi pembangunan smelter menjadi perdebatan belakangan ini. Masyarakat Papua ingin pabrik dibangun di wilayah mereka, dekat dengan lokasi tambang Freeport.

Masalahnya pembangunan pabrik di Papua diperkirakan bakal memakan waktu lama dan kemungkinan baru bisa terealisasi setelah 2020.

Sementara pembangunan pabrik di Gresik diperkirakan bisa berjalan lebih cepat sehingga pabrik sudah bisa beroperasi pada 2017.

Sudirman mengatakan, pertemuan tersebut juga membicarakan percepatan pembangunan di Papua.

"Kami akan mengintegrasikan proses negosiasi dalam enam bulan ke depan ini dengan rencana percepatan pembangunan di Papua," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Sudirman mengingatkan kepada Freeport untuk mengubah cara pandang terhadap Indonesia dan Papua yang sudah berbeda dari saat pertama beroperasi.

Ia juga meminta Freeport menempatkan tim manajemen di Indonesia yang mempunyai kewenangan penuh, sehingga negosiasi bisa lebih cepat.

Sementara Lukas Enembe mengatakan, sejak beberapa tahun lalu pemerintah daerah sudah menyampaikan 17 aspirasi masyarakat Papua ke Freeport yang sebagian di antaranya sudah terpenuhi, termasuk penyerahan Bandara Timika ke pemerintah daerah.

Yang belum terealisasi, lanjut Lukas, adalah perubahan porsi bagi hasil daerah dan hak pengelolaan wilayah tambang Blok B yang berada di atas permukaan dan menurut Freeport sudah tidak produktif lagi.

"Sehingga, kami bisa mengundang investor mengelola Blok B itu," katanya.

Termasuk, tambah dia, item yang belum terealisasi adalah enam poin yang kini juga direnegosiasikan pemerintah pusat dengan Freeport.

"Kami ingin mendapatkan bagian divestasi saham Freeport," ujarnya.

Sudirman mengatakan, dari enam poin renegosiasi, tinggal dua yang belum diterealsiasi yakni soal pendapatan negara dan smelter.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015