Tokyo (ANTARA News) - Surplus transaksi berjalan Jepang menyusut hampir seperlima ke rekor terendah 22 miliar dolar AS pada 2014, penurunan tahunan keempat berturut-turut yang terjadi akibat pembengkakan defisit neraca perdagangan di tengah pelemahan yen.

Surplus transaksi berjalan Jepang turun dari 3,23 triliun yen pada 2013 menjadi 2,63 triliun yen pada tahun lalu, yang terkecil sejak 1985, ketika data pembanding tersedia menurut data Kementerian Keuangan negara itu.

Transaksi berjalan adalah ukuran terluas dari perdagangan negara itu dengan seluruh dunia, meliputi tidak hanya perdagangan barang, tetapi juga jasa, pariwisata dan pengembalian investasi luar negeri negara itu.

Defisit perdagangan Jepang tahun lalu tumbuh 18,1 persen menjadi 1,04 triliun yen dari tahun sebelumnya karena biaya impor minyak dan gas -- yang dihargakan dalam dolar AS-- membebani pertumbuhan ekspor.

Jepang telah dibebani ketidakseimbangan perdagangan yang dipicu oleh ketergantungan berat pada impor bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik, karena reaktor nuklir ditutup setelah bencana atom yang dipicu tsunami pada 2011.

Tetapi pendapatan keseluruhan negara itu membaik dengan keuntungan yang lebih tinggi dari ekuitas dan investasi langsung lainnya, serta dari investasi dalam istrumen-instrumen keuangan.

Kenaikan itu menggelembung dengan pelemahan yen, konsekuensi dari kebijakan pro-pengeluaran Perdana Menteri Shinzo Abe dan pelonggaran moneter besar bank sentral Jepang (BoJ).

Pada Desember saja Jepang mencatat surplus transaksi berjalan 187,2 miliar yen, surplus bulanan keenam berturut-turut, membalikkan defisit 679,9 miliar yen tahun sebelumnya.

Capital Economics mengatakan surplus transaksi berjalan Jepang akan terus meningkat dalam beberapa bulan mendatang karena neraca perdagangan dapat kembali ke surplus akibat penurunan harga minyak.

"Ke depan, kami memperkirakan yen melemah menuju 140 terhadap dolar pada akhir tahun, yang akan memberikan dorongan tambahan untuk keseimbangan pendapatan," katanya.

"Terlebih lagi, penurunan tajam dalam harga minyak mentah sejak musim panas lalu telah mengurangi harga impor secara penuh," tambahnya.

"Setelah ini terjadi, neraca perdagangan mungkin sebentar kembali ke surplus," katanya seperti dilansir kantor AFP. (Uu.A026)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015