Publik tidak ingin ada plt (pelaksana tugas) yang ditunjuk pemerintah pusat sebagai konsekuensi pilkada langsung serentak. Untuk itu, berdasarkan survei kami, publik mengharapkan pilkada serentak digelar beberapa kali dalam lima tahun,"
Jakarta (ANTARA News) - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memaparkan hasil survei bahwa publik (responden) mengharapkan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dilakukan beberapa kali dalam lima tahun untuk mengurangi pejabat sementara yang ditunjuk pemerintah pusat.

"Publik tidak ingin ada plt (pelaksana tugas) yang ditunjuk pemerintah pusat sebagai konsekuensi pilkada langsung serentak. Untuk itu, berdasarkan survei kami, publik mengharapkan pilkada serentak digelar beberapa kali dalam lima tahun," kata Peneliti LSI Denny JA, Fitri Hari, di Jakarta, Selasa.

Sebanyak 63,2 persen responden, kata dia, menginginkan pilkada digelar lebih dari tiga kali dalam lima tahun dengan alasan jarak selesainya masa jabatan kepala daerah dan jadwal pilkada lebih singkat sehingga masa kerja plt tidak lama.

Sedangkan sebanyak 15,3 persen responden menginginkan pilkada digelar dua kali dalam setahun, sebanyak 9,8 persen responden menginkan pilkada sekali dalam lima tahun dan sebanyak 11,7 persen tidak menjawab.

Berdasarkan hasil survei tersebut, kata dia, muncul alternatif jadwal pilkada serentak tiga kali dalam setahun dilaksanakan awal 2016, awal 2017 serta awal 2018. Sementara untuk alternatif jadwal empat kali dalam lima tahun dapat dilaksanakan pada akhir 2015, akhir 2016, akhir 2017 serta akhir 2018.

Survei yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia tersebut mengungkapkan segmen lelaki lebih banyak tidak menginginkan kepala daerah dijabat oleh plt, yakni sebesar 68,6 persen, dibanding perempuan sebesar 62,9 persen.

Hal tersebut, kata dia, disebabkan segmen lelaki lebih aktif dalam politik dan memiliki wawasan politik yang lebih luas daripada perempuan.

Sementara untuk segmentasi berdasar tingkat pendapatan, segmen menengah ke bawah sebesar 60,7 persen tidak menginginkan plt, segmen menengah sebesar 66,8 persen dan menengah atas sebesar 70,3 persen.

Ia mengatakan hal itu terjadi karena segmen menengah atas lebih peduli pada politik disertai wawasan yang lebih luas karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Survei tersebut dilakukan melalui "quick poll" pada 5-6 Februari 2015 dengan metode "multistage random sampling" pada 1200 responden dan "margin of error" sebesar sekitar 2,9 persen. Survei juga menggunakan metode kualitatif dengan metode analisis media, "focus group discussion" dan "in depth interview".

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015