Sanaa (ANTARA News) - Amerika Serikat, Inggris dan Prancis bergegas menutup kedutaan besar mereka di Yaman karena kekhawatiran keamanan di negara ini, sedangkan para staf diplomatik AS ramai-ramai menghancurkan dokumen-dokumen rahasia dan meninggalkan kendaraan di bandara.

Langkah bergegas ini terjadi setelah ribuan orang berdemonstrasi menentang pengambilalihan kekuasaan oleh milisi Syiah di negeri itu yang luas dikutuk masyarakat sebagai kudeta.

Sudah lama menjadi garis depan AS melawan Alqaeda, Yaman di ambang jurang kekacauan sejak milisi Syiah berjuluk Huthis, menguasai ibu kota Sanaa September lalu, dan mencampakkan parlemen pekan lalu.

PBB telah menuntut pengembalian kekuasaan Abedrabbo Mansour Hadi dukungan Barat yang bulan lalu mengundurkan diri setelah dikenai tahanan rumah, namun upaya mencapai perdamaian menemui kegagalan.

Washington akhirnya menutup kedutaan besarnya di Sanaa akibat memburuknya situasi keamanan di sana dengan mengungsikan staf diplomatik ke Muscat, Oman, melalui sebuah jet swasta Oman.

Juru bicara departemen luar negeri Jen Psaki berterimakasih kepada sultan Oman atas bantuannya, demikian pula kepada Qatar, dengan mengatakan sebagian besar staf kini tengah menuju Washington.

Sementara seluruh marinir AS juga telah meninggalkan negeri itu dengan menggunakan pesawat komersial.  Namun masih ada pasukan khusus AS di lapangan yang bertugas memburu Aqaeda.

"Sebelum mengungsi, marinir menghancurkan senjata-senjata berat mereka dan senjata personel, senjata mesin dan semacamnya," kata juru bicara Pentagon Kolonel Steven Warren kepada wartawan seperti dikutip AFP.

Mereka juga menyerahkan senjata pribadi mereka kepada pihak berwenang Yaman, sedangkan komputer, dokumen, telepon dan materi-materi sensitif lainnya dihancurkan, kata seorang staf kedubes kepada AFP.






Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015