Medan (ANTARA News) - Nelayan tradisional di Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan mengalami lonjakan hasil tangkapan menyusul pemberlakuan larangan penggunaan alat tangkap pukat harimau, tarik, dan hela di perairan tersebut.

"Pelarangan alat tangkap tersebut sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, karena dianggap merusak sumber hayati laut," kata Sekjen Solidaritas Nelayan Tradisional (Sonar), Ruslan di Labuhan Deli, Sabtu.

Peningkatan hasil tangkapan nelayan kecil itu, menurut dia, antara lain jenis cumi-cumi, udang kelong, ikan kakap, ikan kerapu, dan lainnya.

"Tangkapan yang paling banyak diperoleh nelayan tersebut adalah cumi-cumi dan sekali melaut bisa mendapatkan ratusan kg bagi setiap nelayan yang menggunakan perahu ukuran kecil," ujar Ruslan.

Dia menyebutkan, biasanya nelayan tradisional menangkap cumi-cumi di perairan Belawan hanya selama satu minggu, dan setelah itu sudah mulai berkurang.

Namun, selama hampir satu bulan ini, nelayan terus-menerus memperoleh tangkapan cumi-cumi, dan tak habis-habisnya.

Hal ini benar-benar membawa berkah bagi nelayan tersebut.

"Pokoknya cumi-cumi yang ditangkap nelayan Labuhan Deli terus membanjir dan tak hentinya mereka bawa dari laut ke darat," kata tokoh nelayan itu.

Ruslan menjelaskan, perolehan rezeki yang didapatkan nelayan kecil itu, benar-benar di luar perkiraan, dan harga cumi-cumi itu juga cukup mahal mencapai Rp50.000 per kg.

Selain itu, cumi-cumi hasil tangkapan nelayan tersebut juga cukup bagus dan kualitas ekspor ke beberapa negara.

"Cumi-cumi dari Labuhan Deli, dan Belawan sering dikirim ke Malaysia, Jepang, Taiwan, dan beberapa negara lainnya," kata Sekjen Sonar.

Data yang diperoleh, nelayan yang berada di pesisir Medan Utara, tercatat sekitar 11.000 orang dan 60 persen di antaranya adalah nelayan tradisional yang menggunakan perahu kecil menangkap ikan.

Sedangkan 40 persen lagi nelayan modern menggunakan kapal/boat.

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015