Tembagapura (ANTARA News) - PT Freeport Indonesia mengharapkan kepastian atas status penambangan bawah tanah yang akan mulai beroperasi tahun 2021.

Demikian dikatakan oleh EVP dan General Manager PT Freeport Indonesia, Nurhadi Sabirin di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Minggu.

"PT Freeport Indonesia membutuhkan kepastian usaha saat ini untuk meneruskan operasi tambangnya. Pasalnya, jumlah investasi yang telah dikeluarkan PT Freeport Indonesia telah banyak, telah Rp40 triliun. Kami optimis ada jalan keluarnya dengan investasi yang sudah kami tanamkan. Dan akan bertambah hingga 2021 sebesar Rp100 triliun," kata Nurhadi.

Adapun pengembangan tambang bawah tanah akan dilakukan pada dua area, yakni Deep Mile Level Zone (DMLZ) dan Grassberg block Cave (GBC).

"Kedua lokasi tersebut belum bisa menghasilkan apapun karena dalam tahap praproduksi. Dari sisi produksi, kami siap selalu bahkan kami menargetkan 2 juta ton ore per harinya. Oleh karena itu kami harap kelanjutan pembangunan tambang bawah tanah bisa diteruskan," katanya.

Pengembangan Tambang bawah tanah DMLZ dan GBC akan dioperasikan untuk menggantikan Grasberg Mine dan DOZ (Deep Ore Zone) yang menjelang habis cadangan mineralnya. Cadangan Grasberg Mine akan habis tahun 2017 dan DOZ pada akhir tahun ini. DMLZ mempunyai cadangan tambang 526 juta ton, sedangkan cadangan GBC lebih banyak dua kali lipatnya, atau 999.6 juta ton. Pengembangan kontruksi DMLZ akan berakhir pada tahun ini sedangkan GBC pada tahun 2017.

"PT Freeport Indonesia diperkirakan menghabiskan dana Rp15 trilun untuk perluasan dan pengembangan tambang bawah tanah tersebut," kata Nurhadi.

Salah satu kendala yang dihadapi PT Freeport Indonesia untuk meneruskan produksi tambang bawah tanah adalah masalah kontrak karya dari pemerintah. 

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015