Jumlah pasien thalasemia yang terdaftar di seluruh Indonesia sekitar 6.000 orang.

Jakarta (ANTARA News) - Dokter dari Pusat Thalasemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengungkapkan, sebanyak 2.500 orang penderita thalasemia mayor lahir setiap tahunnya di Indonesia.

"Lima dari 100 orang Indonesia itu pembawa sifat. Bila dilihat dari angka kelahiran, sekitar 2.500 orang penderita thalasemia mayor lahir per tahun," ungkap dr. Pustika Amalia, SpA(K), yang juga  Kepala Divisi Hematologi lmu Kesehatan Anak, RSCM, kepada ANTARA News, di Jakarta, Minggu.

Hanya saja, lanjut dia, saat ini jumlah penderita yang terdaftar di seluruh Indonesia hanya sekitar 6.000 orang. Jumlah ini, kata dia seharusnya bisa lebih banyak mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia berada di angka 1,49 persen dengan 38 juta kelahiran pada 2014 lalu.

"Jumlah pasien thalasemia yang terdaftar di seluruh Indonesia sekitar 6.000 orang. Kalau melihat jumlahnya banyak sekali, tetapi seharusnya lebih banyak lagi," kata dia. 

Menurut dr. Pustika, keterlambatan deteksi sehingga pengobatan terlambat menjadi salah satu alasan mengapa hanya sekitar 6.000 orang yang terdaftar.

Deteksi  dini ini, terutama pada penderita thalasemia mayor memungkinkan mereka mendapatkan pengobatan berupa transfusi darah dan terapi kelasi besi lebih cepat sehingga meningkatkan usia harapan hidup.

"... sekarang ada yang bisa sampai usia 43 bahkan 50 tahunan. Di lihat juga treatmentnya. Kalau treatment-nya bagus bisa seperti itu, pasien yang bisa bertahan hidup lama dan kualitas hidupnya baik," kata dia.

"Kalau penderita thalasemia mayor tidak atau terlambat transfusi, meninggal," tambah dia.

Dr. Pustika menambahkan, di Pusat Thalasemia RSCM sendiri, saat ini hanya sekitar 1.700 orang yang rutin melakukan pengobatan, termasuk transfusi darah.

Thalasemia merupakan penyakit keturunan yang disebabkan mutasi pada gen globin alpha atau beta sehingga mengakibatkan produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak.



Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015