Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerintah Aceh melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) melarang jual beli pakaian bekas impor karena tercemar bakteri maupun jamur yang berbahaya bagi kesehatan.

"Pakaian bekas impor ini berbahaya bagi kesehatan. Cemaran bakteri dan jamur di pakaian bekas tersebut berbahaya bagi kesehatan pemakainya. Karena itu, kami melarang jual beli pakaian bekas impor tersebut," kata Kepala Disperindag Aceh Safwan di Banda Aceh, Senin.

Safwan menyebutkan, larangan jual beli pakaian bekas impor tersebut untuk melindungi masyarakat Aceh. Selain itu, larangan tersebut untuk meningkatkan pemakaian produk dalam negeri.

"Kualitas pakaian dalam negeri lebih baik. Selain itu, pakaian buatan dalam negeri tidak tercemar bakteri berbahaya. Memakai produk sendiri sama dengan menjaga harkat dan martabat bangsa," kata dia.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap pakaian bekas impor, kata Safwan, hampir semua pakaian bekas impor yang menjadi sampel menunjukkan kandungan bakteri mikroba cukup tinggi.

"Cemaran bakteri ini dapat menyebabkan beragam pengaruh terhadap kesehatan seperti gatal-gatal, bisul jerawat, infeksi luka pada kulit, gangguan pencernaan. Bahkan bisa menginfeksi saluran kelamin," kata Safwan.

Safwan menegaskan, Disperindag Aceh akan merazia pasar-pasar yang menjual pakaian bekas impor. Untuk tahap awal, Disperindag mendata dan membina pedagang pakaian bekas impor.

"Kami juga akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota menyangkut izin usaha pedagang yang menjual pakaian impor bekas. Sebab, yang berwenang mengeluarkan dan mencabut izin usaha adalah pemerintah kabupaten/kota," kata dia.

Safwan menyebutkan pakaian bekas impor tersebut dipasok dari luar Provinsi Aceh. Sebab, di Provinsi Aceh tidak diizinkan mengimpor barang bekas dari luar negeri.

"Kami mengimbau masyarakat tidak membeli pakaian bekas impor yang berbahaya bagi kesehatan. Kami juga berharap masyarakat melaporkan jika ada yang menjual beli pakaian bekas impor ke Disperindag terdekat," demikian Safwan. 

Pewarta: M Haris SA
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015