Jadi bentuk-bentuk investasi yang dilakukan oleh badan ini harus bisa dipertanggung jawabkan
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) lah yang memperoleh kewenangan untuk melakukan investasi atas dana haji.

"Selama ini tidak ada dasar hukum yang bisa menjadi acuan, payung hukum bagi  pemerintah atau siapapun untuk menginvestasikan  dana akumulasi setoran jamaah yang tersimpan di sejumlah bank," demikian ditegaskan Menag di Jakarta, Senin (16/2) saat dikonfirmasi mengenai keinginan Presiden Jokowi agar dana haji tidak hanya didepositokan, tapi juga diinvestasikan.

Menag mengaku bahwa berdasarkan UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,  yang bisa dilakukan pemerintah hanya menyimpan dalam bentuk deposito dan sukuk.  "Itulah kenapa September lalu Kemenag bersama DPR mengesahkan UU tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH). Karena Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang bisa menginvestasikan itu," terang Menag.

Pembentukan BPKH, lanjut Menag, sebagaimana diamanatkan dalam UU PKH,  selambat-lambatnya satu tahun sejak diundangkan pada September lalu. "Jadi selambat-lambatnya September tahun ini badan itu harus sudah terbentuk," jelas Menag.

Lukman Hakim mengatakan, saat ini sedang disiapkan sejumlah PP yang menyertai dan menjadi perintah UU itu. Menag berharap,  sebelum September BPKH sudah terbentuk dan badan itulah yang nantinya mempunyai  kewenangan menginvestasikan puluhan triliun dana yang terhimpun dari setoran awal jamaah haji.

Disinggung mengenai risiko investasi, Menag mengatakan bahwa  UU PKH sudah mengatur rambu-rambu  yang menjadi pedoman bagi BPKH dalam menginvestasikan dana haji. Ada prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi, kata Menag, antara lain:  harus berbasis syariah, harus bisa dipertanggung jawabkan, harus liquid dan prudent.

"Jadi bentuk-bentuk investasi yang dilakukan oleh badan ini harus bisa dipertanggung jawabkan. Karenanya syarat dari badan pelaksana dan pengawas badan ini adalah professional. Jadi tidak harus PNS tapi mereka yang professional," tandasnya.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015