Jakarta (ANTARA News) - Pernyataan Perdana Menteri (PM) Australia, Tony Abbott, yang mengungkit bantuan kemanusiaan 1 miliar dolar saat Indonesia dilanda tsunami tahun 2004, menimbulkan reaksi beragam, tidak hanya dari pejabat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia, tetapi juga warga negara Indonesia yang sedang bermukim di Australia, pada Jumat.

Dirga Rachmad Aprianto, salah satu mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil pendidikan S2 di Universitas Queensland (UQ), Brisbane, Australia, berpendapat pernyataan PM Abbott sangat disayangkan karena mengabaikan berbagai aspek prinsip.

"Tsunami yang melanda Aceh adalah bencana alam yang merenggut ribuan nyawa manusia, sehingga bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh berbagai pihak, termasuk Australia, seharusnya adalah berdasarkan hati nurani dan nilai kemanusiaan. Sehingga sangat disayangkan apabila PM Tony Abbot meminta "imbalan" atas bantuan itu," kata Dirga yang juga Wakil Presiden Asosiasi Mahasiswa UQ asal Indonesia.

Poin berikutnya adalah bahwa hukuman mati bagi pelaku kejahatan atau pelanggaran hukum yang dikategorikan "berat" sudah disosialisasikan dan diterapkan bertahun-tahun lamanya, bahkan diumumkan di dalam pesawat terbang rute internasional. (Australia terakhir kali melakukan eksekusi mati tahun 1967)

"Sehingga seharusnya warga Indonesia maupun warga negara asing sudah mengetahui risiko atau konsekuensi apabila melakukan kejahatan atau pelanggaran tersebut," katanya. (Pengungkapan kasus "Bali Nine" turut dibantu polisi Australia)

Pendapat senada disampaikan oleh Leny Maryouri, mahasiswa S3 di Universitas Curtin, Perth, Australia Barat.

Ia sangat setuju hukuman berat bagi pengedar narkoba ditegakkan, meski mungkin pada masa yang akan datang hukuman itu bisa diganti menjadi tebusan denda yang sangat tinggi seperti hukum diyat di Arab Saudi, yang kerap menimpa buruh migran Indonesia jika terlibat kasus pembunuhan.  (Simak: Jajak pendapat menunjukkan mayoritas rakyat Australia setuju eksekusi mati dilakukan)

Pernyataan PM Abbott tetaplah tidak elok, karena menyandingkan bantuan kemanusiaan tsunami dengan pembebasan hukuman mati bagi kriminal.

"Seharusnya dipandang sebagai hal yang terpisah," pungkasnya. (Baca pula: Warga Australia hadapi hukuman mati tidak hanya di Indonesia).

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015