Menurut saya itu sudah cukup bagus, tindakan yang tegas, formal dan normatif, karena ini menyangkut harga diri kita sebagai bangsa Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengapresiasi tindakan Kementerian Luar Negeri Indonesia terkait permasalahan Presiden Brasil menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk pemerintahan Brasil.

"Menurut saya itu sudah cukup bagus, tindakan yang tegas, formal dan normatif, karena ini menyangkut harga diri kita sebagai bangsa Indonesia," kata Din Syamsuddin usai menggelar jumpa pers terkait batalnya Undang-Undang Nomor tujuh Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, tindakan Presiden Brasil mengusir Duta Besar Indonesia untuk Brasil adalah hal yang tidak elok sebagai pemimpin negara.

"Tindakan sinis dan mengusir itu adalah hal yang tidak elok, tidak bisa dibiarkan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Brasil menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk negara tersebut, setelah memanggilnya ke istana kepresidenan.

Duta besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto diusir dalam sebuah acara formal di Istana Keperesidenan Brasil terkait penyerahan surat kepercayaan (credential) oleh Presiden Dilma Rouseff 20 Februari 2015.

Padahal dalam acara tersebut, Toto telah mendapat undangan secara resmi dari presiden, namun, tetap diusir tanpa alasan yang jelas.

Kemudian, Kementerian Luar Negeri Republik Indopnesia mengambil langkah untuk menarik dubes Indonesia dan membuat nota protes terhadap Brasil.

Protes tersebut berkaitan dengan warga Brasil yang akan dihukum mati oleh Indonesia karena menjadi pengedar narkoba.

Din mengatakan Muhammadiyah dan MUI telah mengeluarkan fatwa haram terhadap narkoba, karena hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran agama dan aturan hukum negara.

"Narkoba tidak hanya membunuh satu atau dua orang, tetapi membunuh 50 orang per hari, maka hukuman mati tersebut sudah sesuai pertimbangan yang ada," katanya.

Ia juga berpendapat, setiap negara berhak untuk menentukan aturan hukumnya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015