Justifikasi itu seperti sebuah daerah mayoritas Muslim dipimpin non-Muslim dan begitu sebaliknya."
Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Maarif Institute Syafii Maarif meminta masyarakat agar meningkatkan rasa toleransinya terhadap pemimpin yang beda keyakinan dengan sebagian besar masyarakatnya.

"Konstitusi Indonesia memang tidak mengenal kelompok mayoritas dan minoritas meski dalam praktiknya sehari-hari terlihat jelas seperti kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Susan Jasmine Zulkifli menjadi Lurah Lenteng Agung, Jakarta Selatan," kata Syafii di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, banyak kasus tentang mayoritas-minoritas terjadi di Indonesia dengan disertai justifikasi keagamaan dan juga kekerasan.

"Justifikasi itu seperti sebuah daerah mayoritas Muslim dipimpin non-Muslim dan begitu sebaliknya," kata dia.

Syafii mengharapkan umat Muslim mampu mengkaji secara mendalam terkait fikih dalam Islam. Kajian itu akan menghindarkan klaim tunggal mengenai kebenaran.

"Kita bisa memberi contoh kepada umat dan masyarakat tentang berpikir mendalam dan tidak gampang terjebak pada perilaku emosional dalam mendukung atau menolak kelompok tertentu," kata dia.

Lebih lanjut, dia mengatakan jika kita bisa menemukan hakikat hidup dalam masyarakat majemuk di dalam Alquran, Alhadits dan berbagai pemikiran Islam.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan kecenderungan penolakan terhadap pemimpin beda keyakinan itu menunjukkan rendahnya komitmen masyarakat terhadap kebhinnekaan, pluralisme, toleransi dan perlindungan terhadap segenap warga negara.

Demokrasi di Indonesia, kata dia, masih berjalan secara prosedural dan belum menyentuh aspek substansial.

"Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, demokrasi berarti juga harus mengakui kepemimpinan dari kalangan manapun karena hal itu konstitusional dan diatur dalam konstitusi," kata dia.

UUD 1945, lanjut dia, menyatakan bahwa negara melindungi segenap warga negaranya dan semuanya berhak mendapatkan hak-hak ekonomi, sosial, politik dan budaya tanpa ada diskriminasi.

Dia mengatakan tradisi ke-Islaman dan pemikiran Islam sangat mengakar kuat di Indonesia karena Muslim merupakan mayoritas. Untuk itu, Lukman mengharapkan umat Muslim terus mengkaji fikih secara mendalam.

"Fikih sebagai bagian dari hukum Islam berkembang di Indonesia. Ilmu Fikih yang banyak dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Muslim. Oleh karena itu, ilmu Fikih harus mampu menjawab berbagai persoalan tersebut terutama terkait dengan kepemimpinan," kata dia.

Fikih, kata dia, harus digali secara serius karena banyak pelajaran penting dari zaman Nabi Muhammad, sahabat Rasulullah dan para ulama terkait fikih yang menjadi rujukan untuk menemukan jawaban dari persoalan kehidupan masyarakat majemuk.

Lukman mencontohkan produk Piagam Madinah sebagai sebuah mahakarya Rasulullah dalam mengatur masyarakat dan kepemimpinan dalam masyarakat majemuk.

"Ulama seperti Ibnu Taymiyah, Al-Mawardi, Muhammad Abduh juga menulis tentang bagaimana soal kepemimpinan dalam masyarakat majemuk," katanya. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015