Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung mengaku tidak kaget gugatan duo anggota "Bali Nine" Myuran Sukumaran dan Andrew Chan telah ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Sudah pernah saya sampaikan bahwa yang namanya grasi, amnesti abolisi itu hak prerogatif seorang kepala negara yang diatur dalam konstitusi," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Selasa.

Myuran dan Andrew menggugat keputusan Presiden RI Joko Widodo terkait penolakan grasi Nomor 32/G Tahun 2014 tanggal 30 Desember 2014.

Hakim tunggal PTUN Hendro Puspito menyebutkan, prosedur pemberian grasi oleh Presiden sudah diatur dalam UU No 22 Tahun 2002 Tentang Grasi Juncto UU No 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas UU No 22 Tahun 2002 tentang grasi oleh Presiden.

Jaksa agung menambahkan tidak ada upaya apa pun yang bisa menangguhkan pelaksanaan eksekusi mati tersebut, termasuk gugatan di pengadilan.

"Tergantung pemegang haknya seperti apa, mau minta ampun atau tidak. Sejak awal saya bilang, tidak tepat caranya, bagi kita tidak pernah diperhitungkan. Silakan saja mau mengajukan banding, harus paham," kata dia.

 Ia memaklumi Pemerintah Australia memprotes hukuman mati untuk warganya, namun negara itu harus menghormati hukum di Indonesia.

"Karena jika kita mengalami hal serupa pasti akan melakukan serupa," kata dia.

Prasetyo menyatakan pelaksanaan eksekusi sampai sekarang belum ditentukan hari pelaksanaannya.

 "Jadi tidak ada penundaan eksekusi. Yang ditunda itu pergeseran anggota Bali Nine itu dari LP Krobokan ke Nusakambangan," tegas dia seraya mengatakan pemindahan itu untuk memudahkan keluarga dan Australia mengunjungi terpidana mati itu.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015