Jakarta (ANTARA News) - Diplomat, khususnya Duta Besar (Dubes) merupakan simbol resmi yang mewakili satu negara di negara lain.

Tatkala diplomat yang akan ditempatkan ke negara sahabat, setelah menerima surat kepercayaan (lettre de credance atau credential letter) yang ditandatangani Kepala Negara pengirim dan atas undangan negara penerima, surat kepercayaan itu ternyata ditolak oleh negara penerima (lettre de rapple) dalam suatu upacara, tentu saja hal itu merupakan penghinaan atas kemartabatan negara pengirim.

Itulah yang terjadi pada Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Brasil Toto Riyanto. Pada 19 Februari lalu, dia mendapat undangan berupa nota diplomatik dari Kementerian Luar Negeri Brasil untuk mengikuti kegiatan penyerahan surat kepercayaan (credential letter) pada 20 Februari pukul 09.00 pagi waktu setempat.

Ia telah dijadwalkan pada Jumat (20/2) di "Palacio do Planalto" atau Istana Kepresidenan Brasil di Brasilia, Ibu Kota Negara Brasil, untuk menyerahkan surat kepercayaan dari Presiden Jokowi kepada Presiden Brasil Dilma Vana Rousseff.

Selain Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Duta Besar dari Venezuela, El Salvador, Panama, Senegal, dan Yunani untuk Brasil juga dijadwalkan menyerahkan surat kepercayaan itu sebagai awal melaksanakan tugas kenegaraan dan memimpin Perwakilan RI di Negeri Samba itu.

Namun secara sepihak, Dilma menolak penerimaan surat kepercayaan dari pemerintah Indonesia yang menugaskan Toto untuk menjadi Duta Besar di negara itu, sedangkan Duta Besar dari negara lainnya itu diterima oleh Dilma.

Sangat kuat indikasinya bahwa penolakan dari Dilma itu terkait dengan eksekusi hukuman mati atas warga negara Brasil Marco Archer pada 18 Januari lalu, setelah divonis bersalah melakukan perdagangan narkoba di Indonesia, lalu diikuti dengan pemanggilan pulang Dubes Brasil untuk Indonesia.

Kini, saat ada lagi warganegara Brasil yang bakal menghadapi eksekusi hukuman mati Rodrigo Gularto, juga lantaran terkait kasus narkoba, Dilma menolak penerimaan Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto untuk sementara waktu.

Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan reaksi keras atas penolakan itu. Presiden Jokowi langsung menarik pulang Duta Besar Toto Riyanto sejak 20 Februari lalu. Dubes Toto Riyanto tiba di Jakarta padad Senin (23/2).

"Masalah Brasil kenapa saya tarik, karena ini adalah masalah kehormatan negara, kehormatan bangsa. Kenapa saya tarik? Karena itu masalah. Buat saya itu masalah besar," kata Presiden Jokowi, setelah menerima kedatangan Menteri Luar Negara Retno LP Marsudi dan Dubes Toto Riyanto di Istana Merdeka, Selasa (24/2), untuk melaporkan soal penolakan dari pemerintah Brasil tersebut.

Meskipun tetap ingin bersahabat dan memiliki hubungan bilateral yang baik, kasus penolakan itu, menurut Jokowi, harus dihadapi dengan sikap tegas dan Kepala Negara langsung memerintahkan pemulangan Toto sesaat setelah pada 20 Februari mendapat laporan dari Retno.

Sehari sebelumnya, saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (23/2), Jokowi menyatakan bahwa sikap Presiden Brasil Dilma menolak surat kepercayaan itu merupakan tata krama yang tidak lazim.

Toto menceritakan bahwa dibandingkan para Duta Besar untuk Brasil yang dijadwalkan menyampaikan surat kepercayaan pada Jumat (20/2) itu, dia mendapat giliran pertama. Ia dijemput oleh petugas protokol Kementerian Luar Negeri Brasil ke Wisma Indonesia di Brasilia pada pukul 08.40 waktu setempat untuk ke Istana Kepresidenan Brasil.

Setibanya di Istana Kepresidenan dan bersiap-siap mengikuti upacara penyerahan surat kepercayaan kepada Presiden Brazil, tiba-tiba Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira memanggil dan membawanya ke suatu ruangan untuk diberi tahu bahwa penyerahan surat kepercayaan itu ditunda hingga waktu yang belum dapat ditentukan.

Hal yang sangat menjadi persoalan, menurut Toto, adalah bahwa saat dia diundang dan memenuhi undangan untuk datang menyerahkan surat kepercayaan itu, bukan atas nama pribadi, melainkan membawa surat kepercayaan atas nama Presiden RI dan seluruh rakyat Indonesia.

Cara penundaan penyerahan "credential" secara tiba-tiba pada saat Dubes RI untuk Brasil telah berada di Istana Presiden Brasil merupakan satu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia.

Kementerian Luar Negeri RI pun menyampaikan nota protes kepada Brasil.

Padahal, sesuai urutan kronologis protokoler dan prosedur atau skema penempatan perwakilan suatu negara di negara lain sudah dijalankan yakni kedua belah pihak saling tukar informasi tentang akan dibukanya perwakilan oleh Kementerian Luar Negeri masing-masing negara, mendapat persetujuan dari negara yang menerima, diplomat yang akan ditempatkan, menerima surat kepercayaan yang ditanda tangani Kepala Negara pengirim, dan surat kepercayaan diserahkan kepada Kepala Negara penerima dalam suatu upacara.

Namun secara sepihak, Dilma tidak bersedia menerima surat kepercayaan untuk penugasan Duta Besar Toto Riyanto di Brazil.

Kalangan DPR menilai bahwa penolakan pemerintah Brasil merupakan tindakan yang melanggar dalam dunia diplomatik dan tata hubungan pemerintahan kedua negara.

Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais, misalnya, pemerintah Brasil telah melanggar hak tak dapat diganggu gugat (inviolable atau inviolability) yang dimiliki Duta Besar, seperti tidak boleh dihalang-halangi aktivitas diplomatiknya, mobilitas fisik dan komunikasinya oleh negara tempat dia ditempatkan.

Dalam praktik diplomatik, jika terjadi pelanggaran atas asas "inviolable"bitu maka negara penerima duta besar wajib melakukan perbaikan sikap.

"Presiden Brazil harus mencabut sikap berlebihannya terhadap Dubes kita," ucap Hanafi.

Apabila Brasil tidak melakukan perbaikan sikap maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia juga bisa melakukan langkah diplomatik yang sama yaitu mengembalikan Dubes Brasil untuk Indonesia ke negaranya, Pemerintah Indonesia bisa menghentikan segala kontrak dagang dengan Brasil, dan bahkan bisa tidak akan mendukung negara tersebut dalam perwakilan-perwakilan internasional.

Oleh karena itu, permohonan maaf dari Brasil harus menjadi syarat bagi penugasan kembali Duta Besar Toto Riyanto.

"Tindakan Presiden Brasil telah mempermalukan rakyat dan negara Brazil di depan negara sahabatnya Indonesia. Atas insiden ini wajar bila Presiden Jokowi bertindak tegas dengan memanggil pulang Dubes Toto Riyanto," ujar Guru Besar Hukum Internasional dari UI Hikmahanto Juwana.

Dalam posisi sekarang ini pemerintah tidak menugaskan Dubes Toto Riyanto ke Brasil, sebelum adanya permohonan maaf dari Brasil.

Indonesia lebih baik mengosongkan untuk sementara posisi Dubes di negeri itu, bila Brasil belum juga menyampaikan permintaan maaf.

Peringatan Presiden Jokowi tidak boleh ada satu negara pun yang mengintervensi kedaulatan hukum di Indonesia, patut didukung dan dihormati.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015