Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman HakimSaifuddin menyatakan, pelaksanaan ibadah haji merupakan ibadah yang bersifat fisik, maka syaratnya harus memiliki kemampuan atau istitha’ah. Namun demikian,terkait dengan istitha’ah kesehatan sampai saat ini belum ada rumusan yang menjadi kesepakatan semua pihak.

Menag menyampaikan hal itu dalam sambutan tertulisyang dibacakan Sekjen Kementerian Agama Nur Syam pada pembukaan  Mudzakarah Perhajian Nasional 2015 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (25/02) malam.

Menurut laman kemenag.go.id, hadir dalam kesempatan ini,  Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil, pimpinan ormas Islam, MUI, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji Khusus, Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama dan Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan.

Menag berharap, mudzakarah saat ini dapat melakukan pembahasan secara mendalam dan merumuskan batasan istitha’ah dalam tinjauan kesehatan.

Selama ini, sebelum berangkat ke Tanah Suci, lanjut Menag, jamaah haji harus melewati tiga tahapan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan di puskesmas, rumah sakit, dan di embarkasi.

Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, seorang calon jamaah haji sudah dikatagorikan dalam kelompok jamaah sehat atau risiko tinggi (risti). Berdasarkan data tahun 2014, terdapat jamaah risti sebanyak 83.730 orang (54,7%), lebih banyak dibandingkan tahun 2013 sebanyak 82.406 orang (48,8%).

Kelompok jamaah haji ini memang tidak berada dalam kondisi 100 persen sehat. Didiagnosa jamaah risti terbagi dalam dua katagori, yaitu: risti umur lebih dari 60 tahun tetapi sehat dan risti sakit.

Meskipun masih terdapat data jamaah haji yang menderita risti, bahkan beberapa kemudian meninggal saat menjalankan ibadah haji karena kesehatannya kurang baik, jamaah haji tetap diperbolehkan berangkat menunaikan ibadah haji.

Jamaah haji yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menunaikan ibadah haji adalah apabila status kesehatan termasuk katagori tunda, yaitu mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat pemeriksaan di embarkasi, dan tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan.

Menurut Menag, beberapa pertanyaan layak untuk didiskusikan antara lain, bagaimana batasan istitha’ah dalam perspektif medis? “Hasil rumusan ini penting untuk dijadikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkankebijakan terkait istitha’ah bagi jamaah haji Indonesia,” jelasnya.

Dipaparkan pula, Kemenag telah beberapa kali memfasilitasi pertemuan para ulama untuk membahas istitha’ah, antara lain: pertama, tentang hukum perempuan yang ingin berhaji namun tidak disertai mahram, apakah termasuk istitha’ah atau tidak. 
Kedua, hukum seseorang yang ingin pergi haji dengan biaya utang dari bank, apakah termasuk istitha’ah.

Sementara Dirjen PHU Abdul Djamil mengatakan,mudzakarah kali ini merespon persoalan haji yang makin kompleks, seperti mengularnya antrian haji atau waiting list.

Rata-rata daftar tunggu mencapai 16 tahun, tapi di provinsi Sulawesi Selatan sampai 27 tahun. Persoalan lain, meningkatnya jumlah jamaah yang wafat seperti pada tahun lalu.  Karena itu, perlu dicari definisi istitha’ah dari perspektif kesehatan.
"Jika definisi istitha'ah, kemampuan dari perspektif maliah atau biaya perjalanan haji (saja), maka tidak bisa menjawab persoalan di Indonesia,” kata Djamil.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015