Jakarta (ANTARA News) - Untuk membandingkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap beberapa negara tetangga, dapat digunakan data dari Bank Dunia.

Pertama, perbandingan ekspor teknologi tinggi pada tahun 2011, untuk Indonesia dalam juta dolar Amerika Srerikat adalah 5.461, Malaysia 60.808 atau 11 kali dari Indonesia, sedangkan Filipina 2,4 kali, Singapura 23 kali, Thailand 6 kali, dan Vietnam 1,6 kali.

Untuk hal yang sama pada tahun 2012, Malaysia memperoleh 13 kali ekspor Indonesia, Filipina 4,5 kali, Singapura 27 kali, dan Thailand 7,5 kali.

Data dua tahun ini menunjukkan peran teknologi tinggi untuk menghasilkan devisa Indonesia ketertinggalannya bertambah lebar.

Kedua, Knowledge Economy Index pada tahun 2012, Swedia berada di urutan pertama dengan nilai 9,43 dari 145 negara yang dinilai, sedangkan Singapura berada pada urutan ke-23 dengan nilai 8,26, Malaysia urutan ke-48 dengan nilai 6,1, Thailand urutan ke-66 dengan nilai 5,21, Filipina urutan ke-92 dengan nilai 3,94, Vietnam urutan ke-104 dengan nilai 3,4, dan Indonesia di urutan ke-108 dengan nilai 3,1.

Data ini menujukkan bahwa Iptek di Indonesia belum cukup kuat menjadi basis pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, data perdagangan manufaktur, selisih antara ekspor terhadap impor, dari 2011 ke 2012, Indonesia tumbuh 6 persen, Filipina 29 persen, Singapura 11 persen, Thailand 8 persen, dan Vietnam 22 persen, tampak pertumbuhan perdagangan manufaktur Indonesia tertinggal.

Sebagian dari penyebab ketertinggalan ini adalah teknologi produksi yang digunakan tidak baru karena sebagian besar perusahaan mengambil teknologi yang berasal dari luar negeri, terutama dari Jepang, Tiongkok, dan Jerman yang merupakan induk dari banyak perusahaan manufaktur besar berasal.

Hal ini menujukkan bahwa teknologi hasil riset dalam negeri belum banyak dimanfaatkan oleh perusahaan manufaktur bermodal asing di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di sebagian besar perusahaan yang berasal dari dalam negeri.

Keadaan ini dapat disebabkan belum tersedianya teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan produksi, atau teknologi yang ada belum terbukti keandalannya.

Salah satu cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah menghasilkan produk yang diperlukan berbagai bangsa, dapat bersaing di tingkat dunia melalui penguasaan teknologi produk. Hal ini telah dibuktikan oleh Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan berbagai negara maju lainnya.

Cara ini dapat mengubah Indonesia dari penjual hasil alam menjadi penghasil produk berkualitas.

Dimulai dengan menentukan produk yang diperlukan oleh banyak bangsa dan sulit disaingi oleh negara lain berbahan baku lokal, seperti produk-produk berbahan baku dari laut.

Dari hasil penentuan ini, dapat dilakukan inventarisasi industri-industri yang mendukung. Bila telah ada, dapat dikembangkan. Akan tetapi, bila belum ada, perlu dibangun yang baru.

Pengembangan maupun pembangunan industri tersebut memerlukan teknologi, sumber daya manusia (SDM) dalam negeri yang andal dan cukup jumlahnya, kebijakan pemerintah sebagai payung dan penopang legalitasnya, modal, bahan baku, standar mutu produk, serta jaringan pemasaran.

Pada saat ini teknologi yang diperlukan dapat dikembangkan atau diadaptasi dari yang telah ada. Hal ini dimaksudkan agar hasil riset dapat langsung digunakan sesuai dengan kebutuhan industri.

Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan besar milik negara untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian besar riset atau pengembangan (risbang) teknologi dilakukan sendiri dan hasilnya langsung digunakan.

Agar teknologi hasil risbang dari perguruan tinggi (PT) dan lembaga penelitian dan pengembangan (lemlitbang) sesuai dengan kebutuhan industri, diperlukan kebijakan yang menentukan topik-topik risbang yang harus dilaksanakan, serta mengatur anggaran yang ada agar diutamakan untuk membiayai topik-topik risbang tersebut.

Untuk menghindari tumpang-tindih kegiatan risbang, mengetahui ketersediaan dan arah aliran teknologi, serta kekosongan pasokan teknologi, perlu dipetakan kekhususan teknologi yang dihasilkan dari masing-masing PT dan lemlitbang.

Untuk menutup kekosongan pasokan teknologi, dapat diupayakan dari risbang dalam negeri, atau melalui kegiatan risbang bersama yang saling menguntungkan dengan pihak asing.

Dalam peran teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan banyak tenaga kerja Indonesia yang mempunyai kemampuan tinggi diberbagai bidang, seperti peneliti, perekayasa, insinyur, ahli kebijakan, operator mesin produksi, manajer, ahli keuangan, ahli pemasaran, serta ahli-ahli lainnya yang sesuai dengan kebutuhan.

Tenaga kerja ini hanya didapatkan melalui pendidikan tinggi berkualitas sehingga diperlukan sinergi antara program pendidikan tinggi, kegiatan risbang, dan kebutuhan industri.

Untuk mencapai produk unggulan Indonesia yang tidak tersaingi, diperlukan dukungan dari lembaga yang mengatur arah pendidikan tinggi, penentu topik-topik riset nasional, pembangun kerja sama PT, lemlitbang, pemerintah dengan industri, pembuat kebijakan-kebijakan yang memayungi dan mendorong sinergi pengembangan teknologi dengan pendidikan tinggi.

*) Kepala Bidang Evaluasi Riset IPTEK Masyarakat, Kementerian Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Oleh Harry Jusron *)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015